FILSAFAT DAN ILMU
PENGETAHUAN
Antara teologi
dan ilmu pengetahuan terletak
Suatu daerah tak
bertuan. daerah ini diserang
Baik oleh teologi
maupun ilmu pengetahuan.
daerah tak
bertuan ini adalah filsafat.
--BERTRAND
RUSSEL.
Makin banyak manusia tahu, makin
banyak pertanyaan-pertanyaan timbul. Manusia ingin tahu tentang asal dan
tujuan, tentang dia sendiri, tentang nasibnya, tentang kebebasannya dan
kemungkinan-kemungkinannya. Sikap ini sudah menghasilkan pengetahuan yang
sangat luas, yang secara metodis dan sistematis dibagi atas banyak jenis ilmu.
Namun, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, sejumlah pertanyaan masih tetap
terbuka dan sama aktualnya seperti ribuan tahun yang lalu, seperti di ungkapkan
dalam sajak yang kuno ini :
Aku datang entah
dari mana,
Aku ini entah
siapa,
Aku pergi entah
kemana,
Aku akan mati
entah kapan,
Aku heran bahwa
aku bergembira........
Pertanyaan-pertanyaan
tentang asal dan tujuan, tentang hidup dan kematian, tentang hakikat manusia,
tidak terjawab oleh ilmu pengetahuan. Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin juga
tidak akan pernah terjawab oleh filsafat. Namun, filsafat adalah tempat dimana
pertanyaan-pertanyaan ini dikumpulkan, diterangkan, dan diteruskan. Filsafat
adsala suatu ilmu tanpa batas. Filsafat tidak menyelidiki salah satu segi dari
kenyataan saja, melainkan apa-apa saja yang menarik perhatian manusia.
Di
universitas-universitas, fakultas filsafat sering disebut ”fakultas sentral”
atau ”inter-fakultas’, karena semua fakultas lain yang selalu menyelidiki salah
satu segi dari kenyataan, menjumpai pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan
refleksi yang tidak lagi termasuk bidang
khusus mwereka, misalnya pwrtanyaan tentang
batas-batas pwengetahuan kita, tentang asal bahasa, tentang hakikat
hidup, tentang hubungan badan dan jiwa, tentang hakikat materi, tentang dasar
moral.
Perbedaan antara
filsafat dan ilmu pengetahuan menjadi lebih jelas kalau kita membandingkan
definisinya sebagai berikut :
·
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan metodis, sistematis,
dan koheren (bertalian) tentang suatu bidang twertentu dari kenyataan.
·
Filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis, dan
koheren tentang seluruh kenyataan.
Filsafat tidak
memperlihatkan banyak kemajuan dalam penyelidikan ini. Hasil dsari ilmu-ilmu
khusus besar luar biasa. dibandingkan dengan itu, hasil dari filsafat
kwlihatannya kurang konkret dan kurang berguna. Namun dwmikian, filsafat masih
tetap dibutuhkan sebagai suatu ”forum”, suatu tempat dimana dibicarakan
soal-soal yang datang sebelum sdan sesudah semua ilmu lain.
Arti Kata Filsafat
Kata filsafat
berasal dari bahasa yunani yang berarti ”cinta akan hikmat” atau ”cinta akan
pengetahuan”. Seorang filsuf adalah seorang pecinta, pencari (Philos) hikmat
atau pengetahuan (Sophia). Kata Philosophos diciptakan untuk menekankan
sesuatu. Pemikir-pemikir yunani Pythagoras (582-496SM) dan Plato (428-348)
menegejek para sofis (sophistes) yang berpendapat bahwa mereka tahu jawaban
untuk semua pernyataan. Kata Pythagoras : hanya Tuhan mempunyai hikmat yang
sungguh-sungguh. Manusia harus puas dengan tugasnya di dunia ini, yaitu
”mencari hikmat”, ”mencintai pengetahuan”.
Asal Filsafat
Ada tiga hal yang
mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu ; keheranan, kesangsian, dan
kesadaran keterbatasan.
Keheranan. Banyak filsuf menunjukan rasa heran,
(yunani : thaumasia) sebagai asal filsafat. Plato, misalnya, mengatakan ”Mata
kita memberi pengamatan bintang-bintang, matahari, dan langit. Pengamatan ini
mendorong untuk menyelidiki. Dan dari penyelidikan ini berasal dari filsafat”.
Pada kuburan Imanuel khant (1722-1804) tertulis ” Coelum stellatum supra me,
lex moralis intra me”. Kedua gejalah yang paling mengherankan, menurut kant,
adalah ”langit berbitang di atasnya” dan ”hukum moral dalam hatinya”.
Kesangsian. Filsuf-filsuf lain, seperti
Augustinus (354-430) dan Descartes (1596-1650) menunjukan kesangsian sebagai
sumber utama pemikiran. Manusia heran, tetapi kemudian ia ragu-ragu. Apakah ia
tidak di tipu oleh panca indranya kalau ia heran?apakah kita tidak hanya
melihat yang ingin kita lihat? Dimana dapat ditemukan kepastian, karena dunia ini penuh
dengan bermacam-macam pendapat, keyakinan, dan interprestasi? Sikap ini, sikap
skeptis (yunani : skepsis =penyelidikan), sangat berguna untuk menemukan suatu
titik pangkal yang tidak teragukan lagi. Titik pangkal ini dapat berfungsi
sebagai dasar untuk semua pengetahuan lebih lanjut.
Kesadaran akan keterbatasan. Filsuf-filsuf
lain lagi mengatakan bahwa manusia mulai berfilsafat ketika ia menyadari betapa
kecil dan lemahnya dirinya bilah dibandingkan dengan alam semesta sekelilingnya.
(sikap ini diungkapkan dengan bagus dalam mazmur 8) semakin manusia terpukau
oleh ketakterhinggaan sekelilingnya, semakin ia heran akan eksistensinya. Dan
kalau dunia saya dan hidup sayakelihatan tidak berarti dalam keadaan-keadaan
tertentu, misalnya, kalau saya harus menghadapi kematian seseorang yang
tercinta, kalau saya bersalah, kalau saya menerita atau sama sekali gagal, saya
merasa terdorong untuk mengambil kesimpulan bahwa harus ada sesuatu yang mengatasi semua keterbatasan dan
kegagalan. Semakin jelas saya sendiri atau sesuatu di luar saya kelihatan
terbatas, semakin jelas juga bahwa harus
ada sesuatu yang tak terbatas, ketakterhinggaan yang ”membatasi” segalah
sesuatu yang lain.
Tiga Jenis Abstraksi
Keheranan,
kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan mendorong manusia untuk berpikir.
Akan tetapi, pemikiran ini segera menjadi ”metodis”. Manusia berkecendrungan untuk
menggunakan suatu jalan tertentu untuk berpikir, yaitu hal-hal yang lebih
konkret kw prinsip-prinsip insuk yang abstrak. Jalan ini di terangkan oleh
Aristoteles (384-322 SM). Menurut Aristoteles, pemikiran kita melewati tiga
jenis abstraksi (Latin : abstrahere : menjauhkan diri, mengambil dari). Setiap
jenis abstraksi menhasikan salah satu jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan
fisis, pengetahuan matematis dan pengetahuan teologis. Semua jenis pengetahuan
ini, menurut Aristoteles, masih termasuk filsafat karena belum dibedakan antara
teologi, filsafat, dan ilmu pengetahuan. Ketiga abstraksi sebagaimana dibedakan
oleh Aristoteles masih tetap berguna untuk menerangkan hubungan antara filsafat
dan ilmu pengetahuan.
Tahap pertama, fisika. Kita mulai
berpikir kalau kita mengamati sesuatu. Keheranan, kesangsian, dan kesadaran
akan keterbatasan baru dapat timbul kalau sesuatu di amati lebih dahulu. Akal kita,
”melepaskan” (mengabstrahir) dari pengamatan indrawi segi-wegi tertentu, yaitu
”materi yang dapat dirasakan” (Aristoteles menamainya hyle aistete). Akal budi
menghasilkan , bersama materi yang abstrak ini, pengetahuan yang disebut fisika
(Yunani : physos ”alam”)
Tahap kedua : matesis. Kita dapat melepaskan, ”mengabstrahir” lebih banyak
lagi. Kita dapat melepaskan materi yang
kelihatan dari semua perubahan. Itu terjadi kalau akal budi melepaskan dari
materi hanya segi yang dapat di mengerti (hyle noete). Berkat abstraksi ini,
kita dapat menghitung dan mengukur,
karena menghitung dan mengukur itu
mungkin lepas dari semua gejala dan semua perubahan, dengan mata tertutup. Pengetahuan
yang dihasilkan oleh jenis abtraksi ini disebut ”matesis” (matematika). Kata
yunani mathesis berarti ”pengetahuan”, ”alam”.
Tahap Ketiga : Teologi atau filsafat pertama.
Akhirnya, kita juga dapat mengabtrahir dari semua materi, baik materi yang
dapat di amati maupun materi yang dapat di ketahui. Kalau kita berpikir tentang
keseluruhan kenyataan, tentang asal dan tujuannya, tentang jiwa manusia,
tentang kenyataan yang paling luhur, tentang Tuhan, maka tidak hanya bidang
fisika ,melainkan juga bidang matesis yang di tinggalkan. Semua jenis
pengamatan tidak berguna lagi sisini. Jenis berpikir ini disebut teologi atau
filsafat pertama oleh Aristoteles.
Pengetahuan dari
jenis ketiga ini dalam tradisi setelah Aristoteles disebut Metafisika., bidang
yang datang setelah (=meta) fisika. Bagi Aristotewes, baik bidang metafisika,
bidang matematika, maupun bidang fisika masih merupakan kesatuan, yang
seluruhnya disebut filsafat. Yang dewasa ini masih disebut filsafat itu
sebetulnya lebih-lebih ”filsafat pertama” atau metafisika.
Filsafat datang
sebelum dan sesudah ilmu pengetahuan. ”sebelumnya” karena semua ilmu khusus
telah mulai webagai bagian dari filsafat yang kemudian menjadi dewasa, sepwerti
masih kelihatan pada Aristoteles.
”sesusdahnya” karena semua ilmu menghadsapi pertanyaan-pertanyaan yang
mengatasi batas-batas spwsialisasi mereka. Oleh sebab itu, banyak ilmuwan yang
sekaligus juga filsuf kenamaan, sepewrti Aristoteles, descartes, Leibniz,
pascal, kant,Whiweheads, dan Einstein.
CABANG-CABANG
FILSAFAT
Filsafat bertanya tentang seluruh
kenyataan, tetapi selalu salah satu segi dari kenyataan sekaligus menjadi titik
focus penyelidikan kita. Filsafat selalu bersifat “filsafat tentang” sesuatu
yang tertentu : filsafat tentang manusia, filsafat tentang alam, filsafat
kebudayaan, filsafat seni, filsafat agama, filsafat bahasa, filsafat sejarah,
filsafat hukum, filsafat pengetahuan dan sebagainya. Semua jenis “filsafat
tentang” suatu obyek tertentu dapat di kembalikan kepada sepuluh cabang
filsafat, dan sepuluh cabang ini masih dapat dikembalikan lagi kepada empat
bidang, seperti terlihat dalam skema berikut.
Filsafat
tentang
pengetahuan
|
|
|
Filsafat
tentang
Keseluruhan
kenyataan
|
|
Þ
Teologi
metafisik
Þ
Antropologi
Þ
Kosmologi
|
Filsafat
tentang tindakan
|
|
|
Sejarah
filsafat
|
|
|
Epistemology
merupakan “pengetahuan tentang pengetahuan”. Logika menyelidiki aturan-aturan
yang harus diperhatikan supaya cara berpikir sehat. Kritik ilmu-ilmu
menyelidiki titik pangkal, metode, dan obyek dari ilmu-ilmu. Ontologi merupakan
pengetahuan tentang ”semua pengada sejauh mereka ada”. Teologi metafisik (juga
disebut teodise atau filsafat ketuhanan) berbicara tentang pertanyaan apakah
Tuhan ada dan nama-nama ilahi. Antropologi berbicara tentang manusia. Kosmologi
(juga disebut filsafat alam0 berbicara tentang alam, kosmos. Etika (juga
disebut filsafat moral)berbicara tentang tindakan manusia. Estetika (juga
disebut filsafat seni) mencoba untuk menyelidiki mengapa sesuatu dialami
sebagai indah. Sejarah filsafat mengajarkan apa jawaban pemikir-pemikir
sepanjang zaman atas pertanyaan-pertanyaan manusia.
Tidak semua
filsuf setuju dengan pembagian seperti yang diuraikan disini. Misalnya saja,
ada filsuf-filsuf yang menyangkal kemungkinan ontologi atau kemungkinan seluruh
metafisika. Namun, pembagian seperti diatas ini merupakan skema yang paling
klasik dan paling umum diterimah. Berikut ini semua cabang dibicarakan dengan
singkat.
A. EPISTEMOLOGI
Semua cabang filsafat
terdiri dari pengetahuan. Apa itu pengetahuan? Sesuatu yang berasal dari
pengamatan? Dari akal budi? Atau justru dari interaksi pancaindra dengan akal
budi? Ataukah pengetahuan lebih bersifat intuitif? Apakah kita dapat mencapai
kepastian bahwa pengetahuan kita benar? Apakah semua pengetahuan bersifat
hipotesis?
Pertanyaan-pertanyaan
tentang kemungkinan-kemungkinan pengetahuan, tentang batas-batas pengetahuan,
tentang asal dan jenis-jenis pengetahuan, dibicarakan dalam epistemologi. Kata
epistemologi berarti pengetahuan (yunani : logia) tentang pengetahuan
(episteme). Dalam sejarah filsafat kelihatan suatu gerakan gelombang dari
periode-periode perkembangan dan zaman-zaman skeptisis. Setelah setiap kali
tercapai suatu puncak dalam pemikiran, orang mulai ragu-ragu. Orang bertanya,
apakah kita didunia ini memang pernah akan mampuh untuk mencapai kepastian
tentang kebenaran pengetahuan kita.
Skeptisisme
merupakan sesuatu yang ditemukan sepanjang sejarah, tetapi skeptisisme memang
sudah lama diatasipemikir-pemikir seperti Augustinus dan Descartes telah
memperlihatkan bahwa skeptisisme tidak dapat dipertahankan secara konsekuen,
skeptisis-skeptisis menyangsikan apa-apa saja, tetapi sekurang-kurangnya satu
hal tidak diragukan oleh mereka, bahwa yaitu titik pangkal mereka sendiri :
pendapat bahwa apa-apa saja dapat diragukan. Kelihatannya setiap manusia juga
seorang sketisis, menerimah bahwa sekurang-kurangnya ada beberapa hal yang
pasti.
Mengenai
unsur-unsur yang main peranan dalam
proses pengetahuan, terdapat banyak pendapat. Ada dua aliran falsafi yang main
peranan besar dalam diskusi tentang
proses pengetahuan, yaitu : rasionalisme dan empirisme.
Rasionalisme
(latin :ratio : akal, budi) mengajarkan bahwa akal budi merupakan sumber utama
pengetahuan. Rasionalisme mempunyai akar-akar yang sangat tua, tetapi dalam
zaman modern (setelah sekitar 1600) rasionalisme mendapat tekanan baru pada
filsuf-filsuf seperti Descartes, Spinoza, dan Leibniz. Lawan rasionalisme
adalah empirisme (yunani :empeiria ; pengalaman), mengajarkan bahwa pengetahuan
berasal dari pengalaman indrawi, bukannya dari akal budi karena akal budi diisi
dengan kesan-kesan yang berasal dari pengamatan. Baru kesan-kesan itu oleh akal
budi di hubungkan, sehingga terjadi ide-ide majemuk. Empirisme merupakan suatu
aliran yang terutama ditemukan di inggris. Tokoh-tokoh empirisme itu antara
lain : Bacon, Hobbes, Locke dan Hume.
Empirisme dan
rasionalisme didamaikan oleh imanuel kant, yang memperlihatkan bagaimana
peranan pancaindra dan akal budi, dalam suatu analisaraksasa dari seluruh proses
pengetahuan, dengan semua unsurnya yang main peranan. Setelah kant,
epistemologi merupakan cabang filsafat yang sangat berkembang. Banyak
filsuf-filsuf masa kini lebih-lebih terkenal sebagai epistemolog.
B. LOGIKA
Logika (Yunani :
logikos ’ berhubungan dengan pengetahuan’, berhubungan dengan bahasa.)
merupakan cabang filsafat yang menyelidiki kesehatan cara berpikir,
aturan-aturan mana yang harus dihormati supaya pernyataan-pernyataan kita sah.
Logika tidak mengajarkan apapun tentang manusia atau dunia. Logika hanya
merupakan suatu teknik atau seni yang mementingkan segi formal, bentuk dari
pengetahuan.
Suatu argumentasi
betul kalau semua langkah dari argumentasi itu betul. Langkah-langkah itu
terdiri dari kalimat-kalimat (proposisi-proposisi), dan setiap kalimat terdiri
dari suatu subyek dan sebuah predikat. Misalnya contoh sebagai berikut::
Kalau semua orang
yogya suka makan ayam (A)
Dan kalau saudara
M seorang penduduk yogya (B)
Maka saudara M
suka makan ayam (C)
Argumentasi ini
terdiri dari tiga kalimat. Kalimat A dan B disebut premis-premis, dan kalimat C
disebut konklusi. Setiap kalimat terdiri dari subyek (yaiyu : semua orang
yogya, dan saudara M) dan predikat (yaitu : senang makan ayam, dan penduduk
dari yogya). Nah, logika menyelidiki syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya
kesimpulan yang ditarik dari premis-premis dapat disebut sah. Usaha ini
kelihatannya sederhana,tetapi soal-soal yang dibicarakan dalam logika sangat
kompleks.
Setiap kalimat
terdiri dari term-term (yaitu subyek dan predikat). Term-term ini dapat
bersifat tunggal (misalnya, binatang) atau majemuk (misalnya, binatang
bersayap), tertentu (”manusia”) atau tak tertentu ( misalnya ”bukan manusia”),
konkret (”udara lembab”) atau abstrak (”kelembapan”), positif (hidup) atau negatif
(tidak hidup). Semua distingsi ini penting karena sifat-sifat dari suatu term
membawa syarat-syarat tertentu untuk pemakaiannya. Juga penting pembedaan jenis
proposisi-proposisi, misalnya proposisi konjungtif (”A dan B pergi ke
jakarta”), proposisi disjungtif (”A dan B pergi ke jakarta”), proposisi
alternatif (”selalu atau A atau B yang pergi ke jakarta), proposisi hipotesis
(kalau....maka.....), dan seterusnya.semua jenis kalimat ini mempunyai
aturan-aturan pemakaian tersendiri.
Logika dalam
bentuk ini disebut logika klasik. Logika klasik berkembang pada Aristoteles
(348-322sm) dan pada banyak filsuf dari abad pertengahan. Sekarang dibedakan
suatu jenis logika baru, disamping logika klasik yaitu logika matematis yang
juga disebut logika formal atau logistik. Logika matematis dikembangkan antara
lain oleh Frege, Whitehead dan Russel.
C. KRITIK ILMU-ILMU
Perbedaan antara
filsafat dan ilmu pengetahuan mula-mula kecil sekali. Dalam zaman kuno, di
yunani, disamping filsafat hanya dibedakan atas empat ilmu, yaitu logika, ilmu
pasti, ilmu pesawat, dan ilmu kedokteran. Kedokteran dan logika lebih dipandang
sebagai seni atau keahlian dari pada sebagai ilmu. Kebanyakan ilmu yang
dibedakan sekarang berasal dari zaman renaisans, atau lahir pada gelombang
kedua, yaitu sekitar tahun 1800 dan sesudahnya. Misalnya, sosiologi, psikologi
dan psikoanalisis masih sangat mudah. Ilmu-ilmu lain seperti ekologi (ilmu
keseimbangan lingkungan hidup) lebih muda lagi.
Ilmu-ilmu dapat
dibagi atas tiga kelompok :
·
Ilmu-ilmu formal (matematika dan logika)
·
Ilmu-ilmu empiris formal (misalnya, ilmu alam,ilmu hayat)
·
Ilmu-ilmu hermeneutis 9misalnya sejarah, ekonomi)
Ada orang yang
mengatakan bahwa ilmu-ilmu hermeneutis tidak ilmiah karena disini tidak dicapai
kepastian. Dalam ilmu sejarah, misalnya, tidak di terangkan sesuatu, melainkan hanya di mengerti sesuatu, hanya diberi suatu interpretasi atau
faktra-fakta dan tidak pernah dicapai kepastian bahwa interpretasi ini betul.
Orang lain mengatakan bahwa juga ilmu-ilmu empiris formal memang selalu
bersifat hipotesis sehingga distingsi antara ilmu-ilmu empiris formal dan
ilmu-ilmu hermeneutis tidak begitu penting.
Pertanyaan-pertanyaan
seperti ini termasuk kritik ilmu-ilmu. Teori tentang pembagian ilmu-ilmu,
tentang metode ilmu-ilmu, tentang dasar kepastian dan tentang jenis – jenis
keterangan yang diberikan, tidak lagi termasuk bidang ilmu pengetahuan sendiri,
melainkan merupakan suatu cabang dari filsafat. Cabang ini, kritik ilmu-ilmu
atau filsafat ilmu pengetahuan, pada
dewasa ini semakin penting.
D. METAFISIKA UMUM
Filsafat
menyelidiki seluruh kenyataan. Tetapi kalau manusia ingin berbicara
tentang ”segalah sesuatu sekaligus’,
lalu jelas bahwa ia menghadapi kesukaran-kesukaran yang agak besar. Dalam
logika di ajarkan suatu prinsip yang mengatakan: ”makin besar ekstensi suatu
istilah atau pernyataan, makin kecil komprehensi istilah atau pernyataan itu”.
Artinya, isi (komprehensi) suatu kata atau kalimat menjadi sangat kecil kalau
luasnya (ekstensi) kata atau kalimat itu sangat besar, dan, sebaliknya.
Dalam
perkataan-perkataan tentang kenyataan pada umumnya, ektensi begitu besar
sehingga komprehensi tidak berarti lagi. Metafisika umum (ontologi)berbicara
tentang segalah sesuatu sekaligus. Lalu itu hanya mungkin kalau komprehensi
perkataan-perkataannya kecil sekali. Metafisika umum hanya berbicara tentang
segalah sesuatu sejauh itu ”ada”. ”adanya” segalah sesuatu merupakan suatu segi
dari kenyataan yang mengatasi segalah perbedaan antara benda-benda dan makluk
hidup, antara jenis-jenis dan individu-individu. Semua benda, tumbuh-tumbuhan,
binatang dan orang merupakan suatu ”pengada”. Kata yunani untuk ”pengada”
adalah on (genetif: ontos). Oleh karena itu, pengetahuan tentang
pengada-pengada, sejauh mereka ada, disebut ontologi. Pertanyaan-pertanyaan
dari ontologi itu misalnya, ”apakah kenyataan merupakan kesatuan atau tidak?apakah
alam raya adalah peredaran abadi dimana semua gejalah selalu kembali, seperti
dalam siklus musim-musim, atau justru suatu proses perkembangan? Kemungkinan
dan manfaat dari metafisika umum seringkali di sangsikan.jenis ontologi ini,
dari satu pihak, menarik karena disini ditemukan kemungkinan untuk
menerjemahkan istilah-istilah pokok dari agama-agama dalam istilah-istilah
falsafi. Dari pihak lain, jenis ontologi ini juga dikritik karena di depan
Allah sebagai ”pengada” manusia tidak dapat berlutut, dan kepada letting-be ia tidak dapat berdoa.
Jawaban-jawaban
yang diberikan atau pernyataan-pernyataan yang dirumuskan dalam ontologi
mengungkapkan suatu kepercayaan. Sampai sekarang dibedakan empat jenis
kepercayaan ontologis, yaitu :
·
Ateisme (yunani : a- ’bukan’, theos ’Allah’)mengajarkan
bahwa Allah tidak ada, bahwa manusia sendirian dalam kosmos, sendirian dibawah
surga yang kosong.
·
Agnostisisme (yunani : a- ’bukan’, gnosis ’pengetahuan’)
mengajarkan bahwa tidak dapat di ketahui apakah Allah ada atau tidak, sehingga
pertanyaan tentang Allah selalu terbuka.
·
Panteisme (yunani: pan ’segalah sesuatu’, theos
’Allah’)mengajarkan bahwa seluruh kosmos sama dengan Allah, sehingga tidak ada
perbedaan antara pencipta dan dicipta. Allah dan alam itu ”sama saja”, sehingga
panteisme juga dapat disebut teo-panteisme.
·
Teisme mengajarkan bahwa Allah itu ada, bahwa terdapat
perbedaan antara pencipta dan dicipta dan Allah boleh disebut ”Engkau” dan
’penyelenggara”
Ontologi
atau metafisika umum merupakan cabang filsafat yang sekarang ini sangat
problematis. Menurut banyak filsuf masa kini, cabang ini tidak mungkin karena
manusia disini melewati batas-batas kemungkinan-kemungkinan akal budinya.
E. TEOLOGI METAFISIK
Metafisika khusus
terdiri dari teologi metafisik, antropologi dan kosmologi. Teologi metafisik
berhubungan erat dengan ontologi. Dalam teologi metafisik diselidiki apa yang
dapat dikatakan tentang adanya Allah, lepas dari agama, lepas dari wahyu.
Teologi metafisik tradisional biasanya terdiri dari dua bagian yaitu: bagian
pertama berbicara tentang bukti-bukti untuk adanya Allah, bagian kedua
berbicara tentang nama-nama ilahi. Kedua tema ini masih sangat penting, tetapi
sekarang dalam teologi metafisik diberikan banyak perhatian kepada ”bahasa”
tentang Allah, bahasa religius, bahasa teologis, bahasa kitab suci, dan bahasa
doa. Oleh karena itu, teologi metafisik (teologi falsafi) yang disebut meta-teologi karena diadakan suatu refleksi
tentang bahasa teologi, sesuatu yang datang ”sesudah” teologi sendiri, seperti
halnya metafisika datang sesudah fisika dan meta-etika datang sesudah
etika.yang dapat dikatakan tentang Allah, lepas dari agama, yentu saja sedikit
sekali. Teologi metafisik hanya menghasilkan suatu kepercayaan yang sangat
sederhana dan cukup miskin dan cukup abstrak. Namun, yang sedikit ini sangat
berguna dalam dialog dengan agama-agama lain, dengan agnostisisme, panteisme,
dan ateisme. Orang mempunyai pendapat lain dari pada kita tentang Allah tidak
akan menerimah argumen-argumen yang berasal dari teolog yang terikat pada suatu
”wahyu” khusus, tetapi mereka akan menerimah argumen-argumen yang hanya
berdasarkan pemakaian akal budi karena akal budi merupakan milik umum.
Iman falsafi yang
dicapai dalam teologi metafisik tidak cukup. Iman ini dalam tradisi sering
disebut praeambulum fidei, ’langka
sebelum iman’ atau ’ambang pintu dan persiapan untuk iman’.
Teologi metafisik
disebut juga teodise. Nama ini kurang cocok karena teodise memang hanya bagian
kecil dari teologi metafisik. Teodise (Yunani : theos ’Allah’, dike
’pembenaran’ atau ’pengadilan’)mencoba menerangkan bahwa kepercayaan kepada
Allah tidak bertentangan dengan kenyataan kejahatan. Kenyataan kejahatan
merupakan sebab terpenting bahwa banyak orang tidak dapat percaya akan Allah,
atau, bahwa mereka tidak percaya akan Allah maha baik dan maha kuasa. Peranan
teodise dalam teologi metafisik dahulu begitu penting sehingga sering seluruh
cabang filsafat ini disebut teodise.
Teologi metafisik
sekarang ini masih tetap merupakan usaha untuk menciptakan ruang untuk dialog
antara iman dan akal budi. Dialog ini sekarang lebih lebih bersifat dengan
ateisme
F. ANTROPOLOGI
Cabang filsafat
yang berbicara tentang manusia disebut antrpologi. (Yunani : antrophos :
manusia). Setiap filsafat mengandung secara eksplisit atau implisit suatu
pandangan tentang manusia, tentang tempatnya dalam kosmos, tentang hubungannya
dengan dunia, dengan sesama, dan dengan trasendensi. Menurut Imanuel kant, pertanyaan
”siapakah manusia?” merupakan pertanyaan satu-satunya dari filsafat. Semua
pertanyaan lain dapat dikembalikan kepada pertanyaan ini.
Manusia hidup
dalam banyak dimensisekaligus. Manusia adalah sekaligus materi dan hidup, badan
dan jiwa, ia mempunyai kehendak dan pengertian. Manusia merupakan seorang
individu, tetapi ia tidak dapat hidup lepas dari orang lain. Dalam manusia
terdapat pertemuan antara kebebasan dan keharusan, antara masa lampau yang
tetap dan masa depan yang masih terbuka.
Semua dimensi
ini, semua pikiran dan kegiatan manusiawi, berkumpul dalam satu kata, yaitu;
”aku”. Kata ”aku” dipakai sebagai titik simpul dari banyak hal sekaligus. Akan
tetapi, kata ini, yang begitu mudah dipakai dan kelihatan begitu sederhana,
sebenarnya hanya suatu petunjuk , suatu ”kata-indeks” untuk suatu misteri.
Dibelakang kata ’aku” terdapat suatu dunia pribadi, penuh relasi-relasi
sejarah, kegembiraan, penderitaan, harapan dan keputusasaan, suatu pandangan
tentang dunia, sesama dan tujuan hidup.
Pertanyaan tentang
manusia tentu saja memopunyai sejarah yang panjang, tetapi baru sejak zaman
renaisans, sekitar tahun 1500 manusia betul-betul menjadi titk pusat dari
filsafat. Sejak zaman renaisans manusia dipandang sebagai pusat sejarah, pusat
pemikiran, pusat kehendak, kebebasan dan dunia. Itu anatara lain kelihatan
dalam seni dan dalam pelbagai ilmu yang lahir sejak zaman renaisans, yang
mempunyai kenyataan manusiawi sebagai obyeknya : ekonomi, sosiologi,
psikologi,psikoanalisis dan seterusnya.
Semua iolmu ini
telah menghasilkan pengetahuan yang luas tentang manusia. Walaupun demikian,
pertanyaan tentang ”siapakah manusia?” masih tetap terbuka.
G. KOSMOLOGI
Kosmologi atai
filsafat alam berbicara tentang dunia. Kata Yunani : kosmos- lawan kata chaos-
berarti sekaligus ”dunia”, ”aturan”, dan ”keseluruhan teratur”. Cabang fisafat
ini sangat tua. Ribuan tahun yang lalu, di mesir dan mesopotamia manusia sudah
bertanya tentang asal alam semesta. Untuk menemukan kesatuan dalam kemajemukan,
dicari unsur induk dari segalah sesuatu. Kosmologi berkembang di yunani dan
memberi hidup kepada ilmu alam. Ilmu alam sudah lama dewasa dan dipilih sebagai
model untuk banyak ilmu lain.
Memang dapat
dipersoalkan apakah masih ada tempatr untuk filsafat alam disamping suatu ilmu
yang begitu maju dan luas seperti fisika. Kelihatannya pertanyaan ini dijawab
oleh ahli-ahli fisika sendiri, karena banyak ahli fisika terkemuka sekaligus
kosmolog kenamaan. Dalam zaman kuno misalnya, Aristoteles dan Ptolemaeus, dalam
zaman modern galileo dan Newton, dan dalam zaman sekarang misalnya Einstein.
Sebagai kosmolog mereka bertanya tentang hal-hal ”dibelakang” kenyataan fisis.
Pertanyaan-pertanyaan dari filsafat alam itu misalnya soal evolusi, soal
kebebasan dan determinasme, definisi ”materi’, definisi ”energi’, definisi
”hidup”, dan soal-soal yang berhubungan dengan konsekuensi-konsekuensi etis
dari kemajuan teknik.
Bersamaan dengan
spesialisasi ilmu yang sangat maju, dirasa keperluan akan suatu refleksi yang
lebih mendalam yang memperhatikan keseluruhan. Refleksi ini merupakan bidang
kosmologi. Kosmologi merupakan rangka umum dimana hasil dari ilmu-ilmu alam
dapat dipasang. Teori-teori umum tentang alam sebagai kesatuan, yang berfungsi
sebagai rangka umum itu, sekarang ini dikemukakan oleh antara lain: E. Mach
(1838-1916), H. Hertz (1859-1894), M. Planck (1858-1947), dan A. Einstein
(1879-1955). Kosmologi sekarang memandang alam sebagai suatu proses. Kosmos itu
bukan sistem tetap dan tak terhingga, melainkan suatu proses perkembangan.
H. ETIKA
Etika atau filsafat
moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praksis manusiawi, tentang
tindakan. Kata etika berasal dari kata yunani : ethos yang berarti adat, cara
bertindak, tempat tinggal, kebiasaan. Kata moral berasal dari kata latin : mos
(genetif moris) yang mempunyai arti yang sama. Etika dibedakan dari semua
cabang filsafat lain karena tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan
bagaimana ia harus bertindak.
Tindakan manusia
ditentukan oleh macam-macam norma (latin:norma :siku). Norma-norma dapat dibagi
atas norma sopan santun, norma hukum, dan norma moral. Norma yang paling
penting untuk tindakan manusia , norma moral, datang dari ”suara batin”.
Norma-norma ini merupakan bidang etika. Etika menolong manusia mengambil sikap
terhadap semua norma dari luar dan dari dalam, supaya manusia mencapai
kesadaran moral yang otonom.
Sepanjang sejarah
filsafat diberikan petunjuk-petunjuk etis, pedoman-pedoman untuk hidup lebih
berbahagia. Plato dan Aristoteles sudah menyususn suatu etika. Filsuf-filsuf
moral kenamaan lainnya antara lain Thomas Aquino, Hobbes, Hume, Kant, Dewey,
Scheler, dan Von Hildebrand. Filsafat china sebagian besar etika. Juga dalam
hinduisme dan buddhisme terus menerus dipentingkan jalan untuk mencapai
kebahagian.
Etika menyelidiki
dasar semua norma moral. Menurut orang kristiani, dasar itu terletak dalam
perintah utama : mencintai Tuhan dan mencintai sesama. Saya wajib melakukan
kebaikan dan keadilan karena saya percaya bahwa Tuhan memerintahkan itu. Akan
tetapi, orang lain menemukan dasar etika mereka dalam sesuatu yang lain,
misalnya, dalam prinsip bahwa ”akibat baik yang maksimal” harus merupakan norma
dasar. Orang lain, misalnya Kant mengajarkan bahwa bukan akibat tindakan,
melainkan sikap kita yang paling penting. Sikap kita harus sedemikian rupa
sehingga kaidah pribadi kita dapat menjadi hukum umum.
Dalam etika
biasanya dibedakan antara etika deskriptif dan etika normatif. Etika deskriptif
memberi gambaran dari gejalah kesadaran moral (suara batin), dari norma-norma
dan konsep-konsep etis. Etika normatif tidak lagi berbicara tentang
gejalah-gejalah, melainkan tindakan kita. Dalam etika normatif, norma-norma
dinilai dan sikap manusia ditentukan.
I. ESTETIKA
Estetika (yunani
: aisthesis : pengamatan) adalah cabang filsafat yang berbicara tentang
keindahan. Dalam pengalaman atas dunia sekeliling kita ditemukan suatu bidang
yang disebut indah. Pengalaman akan keindahan merupakan objek dari estetika.
Mengapa justru obyek-obyek tertentu atau
bidang-bidang tertentu sangat menarik untuk manusia? Dalam estetika dicari
hakikat dari keindahan, bentuk-bentuk pengalaman keindahan (seperti keindahan
rohani, jasmani, keindahan alam dan keindahan seni), dan diselidiki emosi-emosi
manusia sebagai reaksi terhadap yang indah, yang agung, yang tragis, yang
bagus, yang mengharukan, dan seterusnya. Mengapa kita sangat tertarik pada pengalaman karya-karya seni tertentu?
Mengapa materi, dunia atau hidup kita kadang-kadang seakan ”transparan”
sehingga kita melihat atau mendengar lebih banyak dari pada yang memangkelihatan
atau terdengar?
Seperti dalam
etika, juga dalam estetika dibedakan antara suatu bagian deskriptif dan suatu
bagian normatif. Estetika deskriptid menggambarkan gejalah-gejalah pengalaman
keindahan, sedangkan estetika normatif mencari dasar pengalaman itu. Misalnya,
ditanyakan apakah keindahan ituakhirnya sesuatu yang obyektif (”terletak dalam
lukisan”) atau justru subyektif (”terletak dalam mata manusia sendiri”)
Banyak filsuf
telah menyusun suatu estetika. Sering juga dicoba untuk menyusun suatu
hirarki bentuk-bentuk seni, seperti pada
Hegel (1770-1831) dan Schopenhauer (1788-1850). Hegel membedakan suatu
rangkaian seni-seni yang dimuali pada arsitektur dan berakhir pada puisi. Makin
kecil unsur materi dalam suatu bentuk seni, makin tinggi tempatnya atas tangga
hierarki. Schopenhauer melihat suatu rangkaian yang mulai pada arsitektur dan
memuncak pada musik. Musik mendapat tempat yang istimewa dalam estetika. Banyak
para pemikir dari sejarah telah berbicara tentang musik, dari Konfusius, Phytagoras,
Plato, dan Aristoteles, sampai Schopenhauer, Nietzsche dan popper. Musik
dibanding dengan mistik, dengan khayalan falsafi, dan dengan magi. Musik
digambarkan sebagai suatu bentuk ”wahyu”, yang masih berbicara tentang
trasendensi, kalau pengertian manusia sudah tidak kuat lagi. Musik dapat
mengungkapkan hal-hal yang tidak dapat diekspresikan dengan kata-kata.
J. SEJARAH FILSAFAT
Dalam sejarah
filsafat kita bertemu dengan hasil penyelidikan semua cabang filsafat. Sejarah
filsafat mengajarkan jawaban-jawaban yang diberikan oleh pemikir-pemikir besar,
tema-tema yang dianggap paling penting dalam periode-periode tertentu, dan
aliran-aliran besar yang menguasai pemikiran selama suatu zaman atau dibagian
dunia tertentu. Cara berpikir tentang manusia, tentang asal dan tujuan, tentang
hidup dan kematian, tentang kebebasan dan cinta, tentang yang baik dan jahat,
tentang materi dan jiwa, alam dan sejarah. Tetapi ada banyak pertanyaan dan
jawaban yang selalu kembali di segalah zaman dan disemua sudut dunia. Oleh karena
itu, sejarah filsafat sesuatu yang sangat penting. Dalam sejarah filsafat
seakan-akan diadakan suatu dialog antara orang dari semua zaman dan kebudayaan
tentang pertanyaan-pertanyaan yang paling penting.
Dalam sejarah
filsafat biasanya dibedakan tiga tradisi besar, yaitu: filsafat india, filsafat
china, dan filsafat barat. Abtara ketiga tradisi ini ada banyak paralel,
terutama antara filsafat barat dan fisafat india. Satu hal yang menonjol adalah
bahwa baik di india dan china maupun di barat, hidup intelektual menjadi dewasa
(dengan melepaskan diri dari corak berpikir mitis) dalam peiode antara 800 dan
200 sebelum masehi. Dalam periode ini hidup konfusius dan Lao Tse di china,
Gautama Buddha dan penyusun-penyusun Upanisad di india, Parmenides, Herakleitos,
Sokrates, plato dan Aristoteles di yunani atau koloni-koloni yunani, Zoroaster
di persia, nabi-nabi besar di israel.
Dengan ”filsafat
china” dan ”filsafat india”dimaksudkan dua tradisi dari ribuan tahun yang
terikat pada keadaan geografis, politis, dan kultural dari china dan
subkontinen india.dibandingkan dengan kedua tradisi ini, tradisi ketiga,
filsafat barat, sesuatu yang tidak begitu jelas karena tradisi filsafat barat
telah mulai di asia kecil dan memuat pemikir-pemikir dan aliran-aliran dari eropa,
asia, afrika, dan amerika. Termasuk filsafat barat adalah filsafat yunani,
filsafat hellenitis, filsafat kristiani, filsafat islam, filsafat zaman
renaisans, zaman modern, dan masa kini.
Sejarah filsafat
dunia merupakan suatu sumber pengetahuan, pengalama, hikmat, dan iman yang luar
biasa. Sejarah filsafat merupakan suatu cermin bagi manusia.
Pertanyaan-pertanyaan dan ide-ide manusia sekarang ditemukan kembali disini
dalam suatu perspektif yang sangat luas, yang mengatasi batas-batas agama,
batas-batas bahasa, batas-batas zaman dan kebudayaan.
Artikel yg bgus (y), membantu saya mengerjaan tugas dari pak dosen
BalasHapusmkasihh :)
Artikelnya bagus bangat makasih ya
BalasHapus