Daftar Blog Saya

Rabu, 20 Juni 2012

FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN


FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN

Antara teologi dan ilmu pengetahuan terletak
Suatu daerah tak bertuan. daerah ini diserang
Baik oleh teologi maupun ilmu pengetahuan.
daerah tak bertuan ini adalah filsafat.
--BERTRAND RUSSEL.

Makin banyak manusia tahu, makin banyak pertanyaan-pertanyaan timbul. Manusia ingin tahu tentang asal dan tujuan, tentang dia sendiri, tentang nasibnya, tentang kebebasannya dan kemungkinan-kemungkinannya. Sikap ini sudah menghasilkan pengetahuan yang sangat luas, yang secara metodis dan sistematis dibagi atas banyak jenis ilmu. Namun, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, sejumlah pertanyaan masih tetap terbuka dan sama aktualnya seperti ribuan tahun yang lalu, seperti di ungkapkan dalam sajak yang kuno ini :

Aku datang entah dari mana,
Aku ini entah siapa,
Aku pergi entah kemana,
Aku akan mati entah kapan,
Aku heran bahwa aku bergembira........


Pertanyaan-pertanyaan tentang asal dan tujuan, tentang hidup dan kematian, tentang hakikat manusia, tidak terjawab oleh ilmu pengetahuan. Pertanyaan-pertanyaan ini mungkin juga tidak akan pernah terjawab oleh filsafat. Namun, filsafat adalah tempat dimana pertanyaan-pertanyaan ini dikumpulkan, diterangkan, dan diteruskan. Filsafat adsala suatu ilmu tanpa batas. Filsafat tidak menyelidiki salah satu segi dari kenyataan saja, melainkan apa-apa saja yang menarik perhatian manusia.

Di universitas-universitas, fakultas filsafat sering disebut ”fakultas sentral” atau ”inter-fakultas’, karena semua fakultas lain yang selalu menyelidiki salah satu segi dari kenyataan, menjumpai pertanyaan-pertanyaan yang membutuhkan refleksi yang tidak lagi termasuk  bidang khusus mwereka, misalnya pwrtanyaan tentang  batas-batas pwengetahuan kita, tentang asal bahasa, tentang hakikat hidup, tentang hubungan badan dan jiwa, tentang hakikat materi, tentang dasar moral.

Perbedaan antara filsafat dan ilmu pengetahuan menjadi lebih jelas kalau kita membandingkan definisinya sebagai berikut :
·         Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren (bertalian) tentang suatu bidang twertentu dari kenyataan.
·         Filsafat adalah pengetahuan metodis, sistematis, dan koheren tentang seluruh kenyataan.

Filsafat tidak memperlihatkan banyak kemajuan dalam penyelidikan ini. Hasil dsari ilmu-ilmu khusus besar luar biasa. dibandingkan dengan itu, hasil dari filsafat kwlihatannya kurang konkret dan kurang berguna. Namun dwmikian, filsafat masih tetap dibutuhkan sebagai suatu ”forum”, suatu tempat dimana dibicarakan soal-soal yang datang sebelum sdan sesudah semua ilmu lain.

Arti Kata Filsafat

Kata filsafat berasal dari bahasa yunani yang berarti ”cinta akan hikmat” atau ”cinta akan pengetahuan”. Seorang filsuf adalah seorang pecinta, pencari (Philos) hikmat atau pengetahuan (Sophia). Kata Philosophos diciptakan untuk menekankan sesuatu. Pemikir-pemikir yunani Pythagoras (582-496SM) dan Plato (428-348) menegejek para sofis (sophistes) yang berpendapat bahwa mereka tahu jawaban untuk semua pernyataan. Kata Pythagoras : hanya Tuhan mempunyai hikmat yang sungguh-sungguh. Manusia harus puas dengan tugasnya di dunia ini, yaitu ”mencari hikmat”, ”mencintai pengetahuan”.

Asal Filsafat

Ada tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu ; keheranan, kesangsian, dan kesadaran keterbatasan.

Keheranan. Banyak filsuf menunjukan rasa heran, (yunani : thaumasia) sebagai asal filsafat. Plato, misalnya, mengatakan ”Mata kita memberi pengamatan bintang-bintang, matahari, dan langit. Pengamatan ini mendorong untuk menyelidiki. Dan dari penyelidikan ini berasal dari filsafat”. Pada kuburan Imanuel khant (1722-1804) tertulis ” Coelum stellatum supra me, lex moralis intra me”. Kedua gejalah yang paling mengherankan, menurut kant, adalah ”langit berbitang di atasnya” dan ”hukum moral dalam hatinya”.

Kesangsian. Filsuf-filsuf lain, seperti Augustinus (354-430) dan Descartes (1596-1650) menunjukan kesangsian sebagai sumber utama pemikiran. Manusia heran, tetapi kemudian ia ragu-ragu. Apakah ia tidak di tipu oleh panca indranya kalau ia heran?apakah kita tidak hanya melihat yang ingin kita lihat? Dimana dapat ditemukan kepastian, karena dunia ini penuh dengan bermacam-macam pendapat, keyakinan, dan interprestasi? Sikap ini, sikap skeptis (yunani : skepsis =penyelidikan), sangat berguna untuk menemukan suatu titik pangkal yang tidak teragukan lagi. Titik pangkal ini dapat berfungsi sebagai dasar untuk semua pengetahuan lebih lanjut.

Kesadaran akan keterbatasan. Filsuf-filsuf lain lagi mengatakan bahwa manusia mulai berfilsafat ketika ia menyadari betapa kecil dan lemahnya dirinya bilah dibandingkan dengan alam semesta sekelilingnya. (sikap ini diungkapkan dengan bagus dalam mazmur 8) semakin manusia terpukau oleh ketakterhinggaan sekelilingnya, semakin ia heran akan eksistensinya. Dan kalau dunia saya dan hidup sayakelihatan tidak berarti dalam keadaan-keadaan tertentu, misalnya, kalau saya harus menghadapi kematian seseorang yang tercinta, kalau saya bersalah, kalau saya menerita atau sama sekali gagal, saya merasa terdorong untuk mengambil kesimpulan bahwa harus ada sesuatu  yang mengatasi semua keterbatasan dan kegagalan. Semakin jelas saya sendiri atau sesuatu di luar saya kelihatan terbatas, semakin jelas juga  bahwa harus ada sesuatu yang tak terbatas, ketakterhinggaan yang ”membatasi” segalah sesuatu yang lain.

Tiga Jenis Abstraksi

Keheranan, kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan mendorong manusia untuk berpikir. Akan tetapi, pemikiran ini segera menjadi ”metodis”. Manusia berkecendrungan untuk menggunakan suatu jalan tertentu untuk berpikir, yaitu hal-hal yang lebih konkret kw prinsip-prinsip insuk yang abstrak. Jalan ini di terangkan oleh Aristoteles (384-322 SM). Menurut Aristoteles, pemikiran kita melewati tiga jenis abstraksi (Latin : abstrahere : menjauhkan diri, mengambil dari). Setiap jenis abstraksi menhasikan salah satu jenis pengetahuan, yaitu pengetahuan fisis, pengetahuan matematis dan pengetahuan teologis. Semua jenis pengetahuan ini, menurut Aristoteles, masih termasuk filsafat karena belum dibedakan antara teologi, filsafat, dan ilmu pengetahuan. Ketiga abstraksi sebagaimana dibedakan oleh Aristoteles masih tetap berguna untuk menerangkan hubungan antara filsafat dan ilmu pengetahuan.

Tahap pertama, fisika. Kita mulai berpikir kalau kita mengamati sesuatu. Keheranan, kesangsian, dan kesadaran akan keterbatasan baru dapat timbul kalau sesuatu di amati lebih dahulu. Akal kita, ”melepaskan” (mengabstrahir) dari pengamatan indrawi segi-wegi tertentu, yaitu ”materi yang dapat dirasakan” (Aristoteles menamainya hyle aistete). Akal budi menghasilkan , bersama materi yang abstrak ini, pengetahuan yang disebut fisika (Yunani : physos ”alam”)

Tahap kedua : matesis. Kita dapat melepaskan, ”mengabstrahir” lebih banyak lagi. Kita dapat melepaskan materi  yang kelihatan dari semua perubahan. Itu terjadi kalau akal budi melepaskan dari materi hanya segi yang dapat di mengerti (hyle noete). Berkat abstraksi ini, kita dapat menghitung  dan mengukur, karena menghitung dan mengukur  itu mungkin lepas dari semua gejala dan semua perubahan, dengan mata tertutup. Pengetahuan yang dihasilkan oleh jenis abtraksi ini disebut ”matesis” (matematika). Kata yunani mathesis berarti ”pengetahuan”, ”alam”.

Tahap Ketiga : Teologi atau filsafat pertama. Akhirnya, kita juga dapat mengabtrahir dari semua materi, baik materi yang dapat di amati maupun materi yang dapat di ketahui. Kalau kita berpikir tentang keseluruhan kenyataan, tentang asal dan tujuannya, tentang jiwa manusia, tentang kenyataan yang paling luhur, tentang Tuhan, maka tidak hanya bidang fisika ,melainkan juga bidang matesis yang di tinggalkan. Semua jenis pengamatan tidak berguna lagi sisini. Jenis berpikir ini disebut teologi atau filsafat pertama oleh Aristoteles.
Pengetahuan dari jenis ketiga ini dalam tradisi setelah Aristoteles disebut Metafisika., bidang yang datang setelah (=meta) fisika. Bagi Aristotewes, baik bidang metafisika, bidang matematika, maupun bidang fisika masih merupakan kesatuan, yang seluruhnya disebut filsafat. Yang dewasa ini masih disebut filsafat itu sebetulnya lebih-lebih ”filsafat pertama” atau metafisika.

Filsafat datang sebelum dan sesudah ilmu pengetahuan. ”sebelumnya” karena semua ilmu khusus telah mulai webagai bagian dari filsafat yang kemudian menjadi dewasa, sepwerti masih kelihatan  pada Aristoteles. ”sesusdahnya” karena semua ilmu menghadsapi pertanyaan-pertanyaan yang mengatasi batas-batas spwsialisasi mereka. Oleh sebab itu, banyak ilmuwan yang sekaligus juga filsuf kenamaan, sepewrti Aristoteles, descartes, Leibniz, pascal, kant,Whiweheads, dan Einstein.


CABANG-CABANG FILSAFAT

Filsafat bertanya tentang seluruh kenyataan, tetapi selalu salah satu segi dari kenyataan sekaligus menjadi titik focus penyelidikan kita. Filsafat selalu bersifat “filsafat tentang” sesuatu yang tertentu : filsafat tentang manusia, filsafat tentang alam, filsafat kebudayaan, filsafat seni, filsafat agama, filsafat bahasa, filsafat sejarah, filsafat hukum, filsafat pengetahuan dan sebagainya. Semua jenis “filsafat tentang” suatu obyek tertentu dapat di kembalikan kepada sepuluh cabang filsafat, dan sepuluh cabang ini masih dapat dikembalikan lagi kepada empat bidang, seperti terlihat dalam skema berikut.

Filsafat tentang
pengetahuan
  • Epistemology
  • Logika
  • Kritik ilmu-ilmu

Filsafat tentang
Keseluruhan kenyataan
  • Metafisika umum (ontology)
  • Metafisika khusus


Þ    Teologi metafisik
Þ    Antropologi
Þ    Kosmologi
Filsafat tentang tindakan
  • Etika
  • estetika

Sejarah filsafat



Epistemology merupakan “pengetahuan tentang pengetahuan”. Logika menyelidiki aturan-aturan yang harus diperhatikan supaya cara berpikir sehat. Kritik ilmu-ilmu menyelidiki titik pangkal, metode, dan obyek dari ilmu-ilmu. Ontologi merupakan pengetahuan tentang ”semua pengada sejauh mereka ada”. Teologi metafisik (juga disebut teodise atau filsafat ketuhanan) berbicara tentang pertanyaan apakah Tuhan ada dan nama-nama ilahi. Antropologi berbicara tentang manusia. Kosmologi (juga disebut filsafat alam0 berbicara tentang alam, kosmos. Etika (juga disebut filsafat moral)berbicara tentang tindakan manusia. Estetika (juga disebut filsafat seni) mencoba untuk menyelidiki mengapa sesuatu dialami sebagai indah. Sejarah filsafat mengajarkan apa jawaban pemikir-pemikir sepanjang zaman atas pertanyaan-pertanyaan manusia.

Tidak semua filsuf setuju dengan pembagian seperti yang diuraikan disini. Misalnya saja, ada filsuf-filsuf yang menyangkal kemungkinan ontologi atau kemungkinan seluruh metafisika. Namun, pembagian seperti diatas ini merupakan skema yang paling klasik dan paling umum diterimah. Berikut ini semua cabang dibicarakan dengan singkat.

A.   EPISTEMOLOGI

Semua cabang filsafat terdiri dari pengetahuan. Apa itu pengetahuan? Sesuatu yang berasal dari pengamatan? Dari akal budi? Atau justru dari interaksi pancaindra dengan akal budi? Ataukah pengetahuan lebih bersifat intuitif? Apakah kita dapat mencapai kepastian bahwa pengetahuan kita benar? Apakah semua pengetahuan bersifat hipotesis?

Pertanyaan-pertanyaan tentang kemungkinan-kemungkinan pengetahuan, tentang batas-batas pengetahuan, tentang asal dan jenis-jenis pengetahuan, dibicarakan dalam epistemologi. Kata epistemologi berarti pengetahuan (yunani : logia) tentang pengetahuan (episteme). Dalam sejarah filsafat kelihatan suatu gerakan gelombang dari periode-periode perkembangan dan zaman-zaman skeptisis. Setelah setiap kali tercapai suatu puncak dalam pemikiran, orang mulai ragu-ragu. Orang bertanya, apakah kita didunia ini memang pernah akan mampuh untuk mencapai kepastian tentang kebenaran pengetahuan kita.

Skeptisisme merupakan sesuatu yang ditemukan sepanjang sejarah, tetapi skeptisisme memang sudah lama diatasipemikir-pemikir seperti Augustinus dan Descartes telah memperlihatkan bahwa skeptisisme tidak dapat dipertahankan secara konsekuen, skeptisis-skeptisis menyangsikan apa-apa saja, tetapi sekurang-kurangnya satu hal tidak diragukan oleh mereka, bahwa yaitu titik pangkal mereka sendiri : pendapat bahwa apa-apa saja dapat diragukan. Kelihatannya setiap manusia juga seorang sketisis, menerimah bahwa sekurang-kurangnya ada beberapa hal yang pasti.

Mengenai unsur-unsur  yang main peranan dalam proses pengetahuan, terdapat banyak pendapat. Ada dua aliran falsafi yang main peranan besar  dalam diskusi tentang proses pengetahuan, yaitu : rasionalisme dan empirisme.

Rasionalisme (latin :ratio : akal, budi) mengajarkan bahwa akal budi merupakan sumber utama pengetahuan. Rasionalisme mempunyai akar-akar yang sangat tua, tetapi dalam zaman modern (setelah sekitar 1600) rasionalisme mendapat tekanan baru pada filsuf-filsuf seperti Descartes, Spinoza, dan Leibniz. Lawan rasionalisme adalah empirisme (yunani :empeiria ; pengalaman), mengajarkan bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman indrawi, bukannya dari akal budi karena akal budi diisi dengan kesan-kesan yang berasal dari pengamatan. Baru kesan-kesan itu oleh akal budi di hubungkan, sehingga terjadi ide-ide majemuk. Empirisme merupakan suatu aliran yang terutama ditemukan di inggris. Tokoh-tokoh empirisme itu antara lain : Bacon, Hobbes, Locke dan Hume.

Empirisme dan rasionalisme didamaikan oleh imanuel kant, yang memperlihatkan bagaimana peranan pancaindra dan akal budi, dalam suatu analisaraksasa dari seluruh proses pengetahuan, dengan semua unsurnya yang main peranan. Setelah kant, epistemologi merupakan cabang filsafat yang sangat berkembang. Banyak filsuf-filsuf masa kini lebih-lebih terkenal sebagai epistemolog.

B.   LOGIKA

Logika (Yunani : logikos ’ berhubungan dengan pengetahuan’, berhubungan dengan bahasa.) merupakan cabang filsafat yang menyelidiki kesehatan cara berpikir, aturan-aturan mana yang harus dihormati supaya pernyataan-pernyataan kita sah. Logika tidak mengajarkan apapun tentang manusia atau dunia. Logika hanya merupakan suatu teknik atau seni yang mementingkan segi formal, bentuk dari pengetahuan.

Suatu argumentasi betul kalau semua langkah dari argumentasi itu betul. Langkah-langkah itu terdiri dari kalimat-kalimat (proposisi-proposisi), dan setiap kalimat terdiri dari suatu subyek dan sebuah predikat. Misalnya contoh sebagai berikut::
Kalau semua orang yogya suka makan ayam              (A)
Dan kalau saudara M seorang penduduk yogya          (B)
Maka saudara M suka makan ayam                                (C)

Argumentasi ini terdiri dari tiga kalimat. Kalimat A dan B disebut premis-premis, dan kalimat C disebut konklusi. Setiap kalimat terdiri dari subyek (yaiyu : semua orang yogya, dan saudara M) dan predikat (yaitu : senang makan ayam, dan penduduk dari yogya). Nah, logika menyelidiki syarat-syarat yang harus dipenuhi supaya kesimpulan yang ditarik dari premis-premis dapat disebut sah. Usaha ini kelihatannya sederhana,tetapi soal-soal yang dibicarakan dalam logika sangat kompleks.

Setiap kalimat terdiri dari term-term (yaitu subyek dan predikat). Term-term ini dapat bersifat tunggal (misalnya, binatang) atau majemuk (misalnya, binatang bersayap), tertentu (”manusia”) atau tak tertentu ( misalnya ”bukan manusia”), konkret (”udara lembab”) atau abstrak (”kelembapan”), positif (hidup) atau negatif (tidak hidup). Semua distingsi ini penting karena sifat-sifat dari suatu term membawa syarat-syarat tertentu untuk pemakaiannya. Juga penting pembedaan jenis proposisi-proposisi, misalnya proposisi konjungtif (”A dan B pergi ke jakarta”), proposisi disjungtif (”A dan B pergi ke jakarta”), proposisi alternatif (”selalu atau A atau B yang pergi ke jakarta), proposisi hipotesis (kalau....maka.....), dan seterusnya.semua jenis kalimat ini mempunyai aturan-aturan pemakaian tersendiri.

Logika dalam bentuk ini disebut logika klasik. Logika klasik berkembang pada Aristoteles (348-322sm) dan pada banyak filsuf dari abad pertengahan. Sekarang dibedakan suatu jenis logika baru, disamping logika klasik yaitu logika matematis yang juga disebut logika formal atau logistik. Logika matematis dikembangkan antara lain oleh Frege, Whitehead dan Russel.

C.   KRITIK ILMU-ILMU

Perbedaan antara filsafat dan ilmu pengetahuan mula-mula kecil sekali. Dalam zaman kuno, di yunani, disamping filsafat hanya dibedakan atas empat ilmu, yaitu logika, ilmu pasti, ilmu pesawat, dan ilmu kedokteran. Kedokteran dan logika lebih dipandang sebagai seni atau keahlian dari pada sebagai ilmu. Kebanyakan ilmu yang dibedakan sekarang berasal dari zaman renaisans, atau lahir pada gelombang kedua, yaitu sekitar tahun 1800 dan sesudahnya. Misalnya, sosiologi, psikologi dan psikoanalisis masih sangat mudah. Ilmu-ilmu lain seperti ekologi (ilmu keseimbangan lingkungan hidup) lebih muda lagi.

Ilmu-ilmu dapat dibagi atas tiga kelompok :
·         Ilmu-ilmu formal (matematika dan logika)
·         Ilmu-ilmu empiris formal (misalnya, ilmu alam,ilmu hayat)
·         Ilmu-ilmu hermeneutis 9misalnya sejarah, ekonomi)

Ada orang yang mengatakan bahwa ilmu-ilmu hermeneutis tidak ilmiah karena disini tidak dicapai kepastian. Dalam ilmu sejarah, misalnya, tidak di terangkan sesuatu, melainkan hanya di mengerti sesuatu, hanya diberi suatu interpretasi atau faktra-fakta dan tidak pernah dicapai kepastian bahwa interpretasi ini betul. Orang lain mengatakan bahwa juga ilmu-ilmu empiris formal memang selalu bersifat hipotesis sehingga distingsi antara ilmu-ilmu empiris formal dan ilmu-ilmu hermeneutis tidak begitu penting.

Pertanyaan-pertanyaan seperti ini termasuk kritik ilmu-ilmu. Teori tentang pembagian ilmu-ilmu, tentang metode ilmu-ilmu, tentang dasar kepastian dan tentang jenis – jenis keterangan yang diberikan, tidak lagi termasuk bidang ilmu pengetahuan sendiri, melainkan merupakan suatu cabang dari filsafat. Cabang ini, kritik ilmu-ilmu atau filsafat  ilmu pengetahuan, pada dewasa ini semakin penting.




D.   METAFISIKA UMUM

Filsafat menyelidiki seluruh kenyataan. Tetapi kalau manusia ingin berbicara tentang  ”segalah sesuatu sekaligus’, lalu jelas bahwa ia menghadapi kesukaran-kesukaran yang agak besar. Dalam logika di ajarkan suatu prinsip yang mengatakan: ”makin besar ekstensi suatu istilah atau pernyataan, makin kecil komprehensi istilah atau pernyataan itu”. Artinya, isi (komprehensi) suatu kata atau kalimat menjadi sangat kecil kalau luasnya (ekstensi) kata atau kalimat itu sangat besar, dan, sebaliknya.

Dalam perkataan-perkataan tentang kenyataan pada umumnya, ektensi begitu besar sehingga komprehensi tidak berarti lagi. Metafisika umum (ontologi)berbicara tentang segalah sesuatu sekaligus. Lalu itu hanya mungkin kalau komprehensi perkataan-perkataannya kecil sekali. Metafisika umum hanya berbicara tentang segalah sesuatu sejauh itu ”ada”. ”adanya” segalah sesuatu merupakan suatu segi dari kenyataan yang mengatasi segalah perbedaan antara benda-benda dan makluk hidup, antara jenis-jenis dan individu-individu. Semua benda, tumbuh-tumbuhan, binatang dan orang merupakan suatu ”pengada”. Kata yunani untuk ”pengada” adalah on (genetif: ontos). Oleh karena itu, pengetahuan tentang pengada-pengada, sejauh mereka ada, disebut ontologi. Pertanyaan-pertanyaan dari ontologi itu misalnya, ”apakah kenyataan merupakan kesatuan atau tidak?apakah alam raya adalah peredaran abadi dimana semua gejalah selalu kembali, seperti dalam siklus musim-musim, atau justru suatu proses perkembangan? Kemungkinan dan manfaat dari metafisika umum seringkali di sangsikan.jenis ontologi ini, dari satu pihak, menarik karena disini ditemukan kemungkinan untuk menerjemahkan istilah-istilah pokok dari agama-agama dalam istilah-istilah falsafi. Dari pihak lain, jenis ontologi ini juga dikritik karena di depan Allah sebagai ”pengada” manusia tidak dapat berlutut, dan kepada letting-be ia tidak dapat berdoa.

Jawaban-jawaban yang diberikan atau pernyataan-pernyataan yang dirumuskan dalam ontologi mengungkapkan suatu kepercayaan. Sampai sekarang dibedakan empat jenis kepercayaan ontologis, yaitu :
·               Ateisme (yunani : a- ’bukan’, theos ’Allah’)mengajarkan bahwa Allah tidak ada, bahwa manusia sendirian dalam kosmos, sendirian dibawah surga yang kosong.
·               Agnostisisme (yunani : a- ’bukan’, gnosis ’pengetahuan’) mengajarkan bahwa tidak dapat di ketahui apakah Allah ada atau tidak, sehingga pertanyaan tentang Allah selalu terbuka.
·               Panteisme (yunani: pan ’segalah sesuatu’, theos ’Allah’)mengajarkan bahwa seluruh kosmos sama dengan Allah, sehingga tidak ada perbedaan antara pencipta dan dicipta. Allah dan alam itu ”sama saja”, sehingga panteisme juga dapat disebut teo-panteisme.
·               Teisme mengajarkan bahwa Allah itu ada, bahwa terdapat perbedaan antara pencipta dan dicipta dan Allah boleh disebut ”Engkau” dan ’penyelenggara”
Ontologi atau metafisika umum merupakan cabang filsafat yang sekarang ini sangat problematis. Menurut banyak filsuf masa kini, cabang ini tidak mungkin karena manusia disini melewati batas-batas kemungkinan-kemungkinan akal budinya.

E.   TEOLOGI METAFISIK

Metafisika khusus terdiri dari teologi metafisik, antropologi dan kosmologi. Teologi metafisik berhubungan erat dengan ontologi. Dalam teologi metafisik diselidiki apa yang dapat dikatakan tentang adanya Allah, lepas dari agama, lepas dari wahyu. Teologi metafisik tradisional biasanya terdiri dari dua bagian yaitu: bagian pertama berbicara tentang bukti-bukti untuk adanya Allah, bagian kedua berbicara tentang nama-nama ilahi. Kedua tema ini masih sangat penting, tetapi sekarang dalam teologi metafisik diberikan banyak perhatian kepada ”bahasa” tentang Allah, bahasa religius, bahasa teologis, bahasa kitab suci, dan bahasa doa. Oleh karena  itu, teologi  metafisik (teologi falsafi) yang disebut  meta-teologi karena diadakan suatu refleksi tentang bahasa teologi, sesuatu yang datang ”sesudah” teologi sendiri, seperti halnya metafisika datang sesudah fisika dan meta-etika datang sesudah etika.yang dapat dikatakan tentang Allah, lepas dari agama, yentu saja sedikit sekali. Teologi metafisik hanya menghasilkan suatu kepercayaan yang sangat sederhana dan cukup miskin dan cukup abstrak. Namun, yang sedikit ini sangat berguna dalam dialog dengan agama-agama lain, dengan agnostisisme, panteisme, dan ateisme. Orang mempunyai pendapat lain dari pada kita tentang Allah tidak akan menerimah argumen-argumen yang berasal dari teolog yang terikat pada suatu ”wahyu” khusus, tetapi mereka akan menerimah argumen-argumen yang hanya berdasarkan pemakaian akal budi karena akal budi merupakan milik umum.

Iman falsafi yang dicapai dalam teologi metafisik tidak cukup. Iman ini dalam tradisi sering disebut praeambulum fidei, ’langka sebelum iman’ atau ’ambang pintu dan persiapan untuk iman’.

Teologi metafisik disebut juga teodise. Nama ini kurang cocok karena teodise memang hanya bagian kecil dari teologi metafisik. Teodise (Yunani : theos ’Allah’, dike ’pembenaran’ atau ’pengadilan’)mencoba menerangkan bahwa kepercayaan kepada Allah tidak bertentangan dengan kenyataan kejahatan. Kenyataan kejahatan merupakan sebab terpenting bahwa banyak orang tidak dapat percaya akan Allah, atau, bahwa mereka tidak percaya akan Allah maha baik dan maha kuasa. Peranan teodise dalam teologi metafisik dahulu begitu penting sehingga sering seluruh cabang filsafat ini disebut teodise.

Teologi metafisik sekarang ini masih tetap merupakan usaha untuk menciptakan ruang untuk dialog antara iman dan akal budi. Dialog ini sekarang lebih lebih bersifat dengan ateisme


F.    ANTROPOLOGI

Cabang filsafat yang berbicara tentang manusia disebut antrpologi. (Yunani : antrophos : manusia). Setiap filsafat mengandung secara eksplisit atau implisit suatu pandangan tentang manusia, tentang tempatnya dalam kosmos, tentang hubungannya dengan dunia, dengan sesama, dan dengan trasendensi. Menurut Imanuel kant, pertanyaan ”siapakah manusia?” merupakan pertanyaan satu-satunya dari filsafat. Semua pertanyaan lain dapat dikembalikan kepada pertanyaan ini.

Manusia hidup dalam banyak dimensisekaligus. Manusia adalah sekaligus materi dan hidup, badan dan jiwa, ia mempunyai kehendak dan pengertian. Manusia merupakan seorang individu, tetapi ia tidak dapat hidup lepas dari orang lain. Dalam manusia terdapat pertemuan antara kebebasan dan keharusan, antara masa lampau yang tetap dan masa depan yang masih terbuka.

Semua dimensi ini, semua pikiran dan kegiatan manusiawi, berkumpul dalam satu kata, yaitu; ”aku”. Kata ”aku” dipakai sebagai titik simpul dari banyak hal sekaligus. Akan tetapi, kata ini, yang begitu mudah dipakai dan kelihatan begitu sederhana, sebenarnya hanya suatu petunjuk , suatu ”kata-indeks” untuk suatu misteri. Dibelakang kata ’aku” terdapat suatu dunia pribadi, penuh relasi-relasi sejarah, kegembiraan, penderitaan, harapan dan keputusasaan, suatu pandangan tentang dunia, sesama dan tujuan hidup.

Pertanyaan tentang manusia tentu saja memopunyai sejarah yang panjang, tetapi baru sejak zaman renaisans, sekitar tahun 1500 manusia betul-betul menjadi titk pusat dari filsafat. Sejak zaman renaisans manusia dipandang sebagai pusat sejarah, pusat pemikiran, pusat kehendak, kebebasan dan dunia. Itu anatara lain kelihatan dalam seni dan dalam pelbagai ilmu yang lahir sejak zaman renaisans, yang mempunyai kenyataan manusiawi sebagai obyeknya : ekonomi, sosiologi, psikologi,psikoanalisis dan seterusnya.

Semua iolmu ini telah menghasilkan pengetahuan yang luas tentang manusia. Walaupun demikian, pertanyaan tentang ”siapakah manusia?” masih tetap terbuka.

G.   KOSMOLOGI

Kosmologi atai filsafat alam berbicara tentang dunia. Kata Yunani : kosmos- lawan kata chaos- berarti sekaligus ”dunia”, ”aturan”, dan ”keseluruhan teratur”. Cabang fisafat ini sangat tua. Ribuan tahun yang lalu, di mesir dan mesopotamia manusia sudah bertanya tentang asal alam semesta. Untuk menemukan kesatuan dalam kemajemukan, dicari unsur induk dari segalah sesuatu. Kosmologi berkembang di yunani dan memberi hidup kepada ilmu alam. Ilmu alam sudah lama dewasa dan dipilih sebagai model untuk banyak ilmu lain.

Memang dapat dipersoalkan apakah masih ada tempatr untuk filsafat alam disamping suatu ilmu yang begitu maju dan luas seperti fisika. Kelihatannya pertanyaan ini dijawab oleh ahli-ahli fisika sendiri, karena banyak ahli fisika terkemuka sekaligus kosmolog kenamaan. Dalam zaman kuno misalnya, Aristoteles dan Ptolemaeus, dalam zaman modern galileo dan Newton, dan dalam zaman sekarang misalnya Einstein. Sebagai kosmolog mereka bertanya tentang hal-hal ”dibelakang” kenyataan fisis. Pertanyaan-pertanyaan dari filsafat alam itu misalnya soal evolusi, soal kebebasan dan determinasme, definisi ”materi’, definisi ”energi’, definisi ”hidup”, dan soal-soal yang berhubungan dengan konsekuensi-konsekuensi etis dari kemajuan teknik.

Bersamaan dengan spesialisasi ilmu yang sangat maju, dirasa keperluan akan suatu refleksi yang lebih mendalam yang memperhatikan keseluruhan. Refleksi ini merupakan bidang kosmologi. Kosmologi merupakan rangka umum dimana hasil dari ilmu-ilmu alam dapat dipasang. Teori-teori umum tentang alam sebagai kesatuan, yang berfungsi sebagai rangka umum itu, sekarang ini dikemukakan oleh antara lain: E. Mach (1838-1916), H. Hertz (1859-1894), M. Planck (1858-1947), dan A. Einstein (1879-1955). Kosmologi sekarang memandang alam sebagai suatu proses. Kosmos itu bukan sistem tetap dan tak terhingga, melainkan suatu proses perkembangan.

H.   ETIKA

Etika atau filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praksis manusiawi, tentang tindakan. Kata etika berasal dari kata yunani : ethos yang berarti adat, cara bertindak, tempat tinggal, kebiasaan. Kata moral berasal dari kata latin : mos (genetif moris) yang mempunyai arti yang sama. Etika dibedakan dari semua cabang filsafat lain karena tidak mempersoalkan keadaan manusia, melainkan bagaimana ia harus bertindak.

Tindakan manusia ditentukan oleh macam-macam norma (latin:norma :siku). Norma-norma dapat dibagi atas norma sopan santun, norma hukum, dan norma moral. Norma yang paling penting untuk tindakan manusia , norma moral, datang dari ”suara batin”. Norma-norma ini merupakan bidang etika. Etika menolong manusia mengambil sikap terhadap semua norma dari luar dan dari dalam, supaya manusia mencapai kesadaran moral yang otonom.

Sepanjang sejarah filsafat diberikan petunjuk-petunjuk etis, pedoman-pedoman untuk hidup lebih berbahagia. Plato dan Aristoteles sudah menyususn suatu etika. Filsuf-filsuf moral kenamaan lainnya antara lain Thomas Aquino, Hobbes, Hume, Kant, Dewey, Scheler, dan Von Hildebrand. Filsafat china sebagian besar etika. Juga dalam hinduisme dan buddhisme terus menerus dipentingkan jalan untuk mencapai kebahagian.
Etika menyelidiki dasar semua norma moral. Menurut orang kristiani, dasar itu terletak dalam perintah utama : mencintai Tuhan dan mencintai sesama. Saya wajib melakukan kebaikan dan keadilan karena saya percaya bahwa Tuhan memerintahkan itu. Akan tetapi, orang lain menemukan dasar etika mereka dalam sesuatu yang lain, misalnya, dalam prinsip bahwa ”akibat baik yang maksimal” harus merupakan norma dasar. Orang lain, misalnya Kant mengajarkan bahwa bukan akibat tindakan, melainkan sikap kita yang paling penting. Sikap kita harus sedemikian rupa sehingga kaidah pribadi kita dapat menjadi hukum umum.

Dalam etika biasanya dibedakan antara etika deskriptif dan etika normatif. Etika deskriptif memberi gambaran dari gejalah kesadaran moral (suara batin), dari norma-norma dan konsep-konsep etis. Etika normatif tidak lagi berbicara tentang gejalah-gejalah, melainkan tindakan kita. Dalam etika normatif, norma-norma dinilai dan sikap manusia ditentukan.

I.      ESTETIKA

Estetika (yunani : aisthesis : pengamatan) adalah cabang filsafat yang berbicara tentang keindahan. Dalam pengalaman atas dunia sekeliling kita ditemukan suatu bidang yang disebut indah. Pengalaman akan keindahan merupakan objek dari estetika. Mengapa justru obyek-obyek  tertentu atau bidang-bidang tertentu sangat menarik untuk manusia? Dalam estetika dicari hakikat dari keindahan, bentuk-bentuk pengalaman keindahan (seperti keindahan rohani, jasmani, keindahan alam dan keindahan seni), dan diselidiki emosi-emosi manusia sebagai reaksi terhadap yang indah, yang agung, yang tragis, yang bagus, yang mengharukan, dan seterusnya. Mengapa kita sangat tertarik  pada pengalaman karya-karya seni tertentu? Mengapa materi, dunia atau hidup kita kadang-kadang seakan ”transparan” sehingga kita melihat atau mendengar lebih banyak dari pada yang memangkelihatan atau terdengar?

Seperti dalam etika, juga dalam estetika dibedakan antara suatu bagian deskriptif dan suatu bagian normatif. Estetika deskriptid menggambarkan gejalah-gejalah pengalaman keindahan, sedangkan estetika normatif mencari dasar pengalaman itu. Misalnya, ditanyakan apakah keindahan ituakhirnya sesuatu yang obyektif (”terletak dalam lukisan”) atau justru subyektif (”terletak dalam mata manusia sendiri”)
Banyak filsuf telah menyusun suatu estetika. Sering juga dicoba untuk menyusun suatu hirarki  bentuk-bentuk seni, seperti pada Hegel (1770-1831) dan Schopenhauer (1788-1850). Hegel membedakan suatu rangkaian seni-seni yang dimuali pada arsitektur dan berakhir pada puisi. Makin kecil unsur materi dalam suatu bentuk seni, makin tinggi tempatnya atas tangga hierarki. Schopenhauer melihat suatu rangkaian yang mulai pada arsitektur dan memuncak pada musik. Musik mendapat tempat yang istimewa dalam estetika. Banyak para pemikir dari sejarah telah berbicara tentang musik, dari Konfusius, Phytagoras, Plato, dan Aristoteles, sampai Schopenhauer, Nietzsche dan popper. Musik dibanding dengan mistik, dengan khayalan falsafi, dan dengan magi. Musik digambarkan sebagai suatu bentuk ”wahyu”, yang masih berbicara tentang trasendensi, kalau pengertian manusia sudah tidak kuat lagi. Musik dapat mengungkapkan hal-hal yang tidak dapat diekspresikan dengan kata-kata.

J.    SEJARAH FILSAFAT

Dalam sejarah filsafat kita bertemu dengan hasil penyelidikan semua cabang filsafat. Sejarah filsafat mengajarkan jawaban-jawaban yang diberikan oleh pemikir-pemikir besar, tema-tema yang dianggap paling penting dalam periode-periode tertentu, dan aliran-aliran besar yang menguasai pemikiran selama suatu zaman atau dibagian dunia tertentu. Cara berpikir tentang manusia, tentang asal dan tujuan, tentang hidup dan kematian, tentang kebebasan dan cinta, tentang yang baik dan jahat, tentang materi dan jiwa, alam dan sejarah. Tetapi ada banyak pertanyaan dan jawaban yang selalu kembali di segalah zaman dan disemua sudut dunia. Oleh karena itu, sejarah filsafat sesuatu yang sangat penting. Dalam sejarah filsafat seakan-akan diadakan suatu dialog antara orang dari semua zaman dan kebudayaan tentang pertanyaan-pertanyaan yang paling penting.

Dalam sejarah filsafat biasanya dibedakan tiga tradisi besar, yaitu: filsafat india, filsafat china, dan filsafat barat. Abtara ketiga tradisi ini ada banyak paralel, terutama antara filsafat barat dan fisafat india. Satu hal yang menonjol adalah bahwa baik di india dan china maupun di barat, hidup intelektual menjadi dewasa (dengan melepaskan diri dari corak berpikir mitis) dalam peiode antara 800 dan 200 sebelum masehi. Dalam periode ini hidup konfusius dan Lao Tse di china, Gautama Buddha dan penyusun-penyusun Upanisad di india, Parmenides, Herakleitos, Sokrates, plato dan Aristoteles di yunani atau koloni-koloni yunani, Zoroaster di persia, nabi-nabi besar di israel.

Dengan ”filsafat china” dan ”filsafat india”dimaksudkan dua tradisi dari ribuan tahun yang terikat pada keadaan geografis, politis, dan kultural dari china dan subkontinen india.dibandingkan dengan kedua tradisi ini, tradisi ketiga, filsafat barat, sesuatu yang tidak begitu jelas karena tradisi filsafat barat telah mulai di asia kecil dan memuat pemikir-pemikir dan aliran-aliran dari eropa, asia, afrika, dan amerika. Termasuk filsafat barat adalah filsafat yunani, filsafat hellenitis, filsafat kristiani, filsafat islam, filsafat zaman renaisans, zaman modern, dan masa kini.

Sejarah filsafat dunia merupakan suatu sumber pengetahuan, pengalama, hikmat, dan iman yang luar biasa. Sejarah filsafat merupakan suatu cermin bagi manusia. Pertanyaan-pertanyaan dan ide-ide manusia sekarang ditemukan kembali disini dalam suatu perspektif yang sangat luas, yang mengatasi batas-batas agama, batas-batas bahasa, batas-batas zaman dan kebudayaan.

2 komentar:

  1. Artikel yg bgus (y), membantu saya mengerjaan tugas dari pak dosen
    mkasihh :)

    BalasHapus
  2. Artikelnya bagus bangat makasih ya

    BalasHapus