KAJIAN
ANTROPOLOGI PADA SISTEM RELIGI
Oleh : John Muli
Mahasiswa Jurusan Pendidikan Sejarah & Sosiologi IKIP BU Malang.
A. Perhatian
Antropologi Pada Sistem Religi.
Salah satu cabang antropologi yang dapat
memberikan gambaran tentang adanya aktifitas religi pada manusia purba adalah ilmu pre-histori atau arkeologi. Melalui
penemuan bukti-bukti ilmu tersebut, ternyata homo neanderthal yang pernah hidup
di eropa kira-kira 500.000 tahun yang lalu ditemukan posisi telentang seperti
dimakamkan. Petunjuk ini membuktikan bahwa makluk tersebut bukan mati seperti
binatang. Bahkan disekitar tubuhnya ditemukan benda-benda artefak yang secara
sengaja diletakan kedalam kuburnya. Hal ini menunjukan bahwa pada manusia purba
telah ditemukan dasar-dasar aktifitas religi. Penguburan manusia berkaitan
dengan adanya keyakinan bahwa akan ada kehidupan setelah kematian. Ada semacam
keyakinan, adanya kehidupan dialam baka/alam kubur.
Pada perkembangannya, antropologi berusaha
mengungkap latar belakang mengapa manusia percaya pada kekuatan supranatural?
Mengapa pula manusia melakukan aktifitas-aktifitas yang beraneka ragam untuk
melakukan dan mencari hubungan dengan kekuatan supranatural? Mengapa masyarakat
yang satu dengan lainnya memiliki sistem religi yang berbeda-beda? Bagaimana
pula sistem religi mengalami perubahan?
Melalui pertanyaan-pertanyaan tersebut, para
antropolog mencoba mengamati berbagai sisrem religi yang ada dimuka bumi ini
dan kemudian mengklarifikasi kedalam beberapa konsep. Beberapa jawaban atas
pertanyaan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
- Kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena manusia mulai sadar akan adanya faham jiwa;
- Kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena manusia mengakui adanya banyak gejalah yang tidak dapat dijelaskan dengan akalnya;
- Kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi dengan maksud untuk menghadapi krisis-krisis yang ada dalam jangka waktu hidup manusia.
- Kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena ada kejadian luar biasa dalam hidupnya dan alam sekelilingnya;
- Kelakuan manusia yang bersifat religi itu terjadi karena adanya suatu getaran atau emosi yang timbul dalam jiwa manusia sebagai akibat dari pengaruh rasa persatuan sebagai warga masyarakat;
- Kelakuan manusia yang bersifat religi itu karena manusia mendapat suatu firman dari tuhan (Koentjaraningrat)
B. Pengertian
Sistem Religi
Religi berasal dari kata religare dan relegare (Latin). Religare memiliki makna ”suatu perbuatan
yang memperhatikan kesungguh-sungguhan dalam melakukannya”. Sedangkan Relegare memiliki makna ”perbuatan bersama
dalam ikatan saling mengasihi”. Kedua istilah ini memiliki corak individual
dan sosial dalam suatu perbuatan religius.
Menurut Leslie A. White, bahwa salah satu unsur yang membentuk religi itu adalah keyakinan (beliefe) adalah salah satu bagian
dari sistem ideologi, sistem tersebut merupakan bagian dari kebudayaan.
Bagi Firth, bahwa
keyakinan belumlah dapat dikatakan sebagai religi apabilah tidak diikuti
upacara yang terkait dengan keyakinan tersebut. Keyakinan dan upacara adalah dua unsur penting dalam religi yang
saling memperkuat. Keyakinan menggelorakan upacara dan upacara merupakan upaya
membenarkan keyakinan.
Menurut Goldschmidt, upacara mengkomunikasikan keyakinan
kepada sekalian orang. Kedua tidak dapt dipisahkan, yang satu tidak terlepas
dari yang lainnya.
Konsep religi yang berkaitan dengan keyakinan
dikemukakan oleh Edward B. Tylor, yang melihat
religi sebagai keyakinan akan adanya
makluk halus (belief in spiritual being). Konsep umum religi sering kali
berkaitan dengan konsep makluk halus (spiritual
being) dan konsep kekuatan tak nyata (impersonal power), makluk halus
diyakini ada di sekitar manusia dan kekuatan tidak nyata diyakini memberikan
manfaat selain juga menimbulkan kerugian dan bencana.
Koentjaraningrat
(bapak antropologi indonesia) mendefinisikan religi yang memuat hal-hal tentang
keyakinan, upacara dan peralatannya, sikap dan perilaku, alam pikiran dan
perasaan disamping hal-hal yang menyangkut para penganutnya sendiri.
J. Van Baal melihat
religi sebagai sebuah sistem simbol . religi diartikan sebagai sebuah sistem
simbol yang dengan sarana tersebut
manusia berkomunikasi dengan jagad rayanya.
Emile Durkheim
mengartikan religi sebagai keterkaitan sekalian orang pada sesuatu yang
dipandang sakral yang berfungsi sebagai simbol kekuatan masyarakat dan saling
ketergantungan orang-orang dalam masyarakat yang bersangkutan.
Myron Bromley, bahwa
religi berbeda dengan agama. Religi menekankan bentuk hubungan dengan obyek
diluar diri manusia. Obyek bersifat polyteis, lokal dan tidak berdasarkan wahyu
tertulis. Sebaliknya agama lebih menekankan pada bentuk hubungan dengan obyek
yang bersifat monotheisme, universal dan berdasarkan wahyu tertulis serta
teruji dalam sejarah yang panjang.
Religi sebagai suatu sistem memperlihatkan adanya
kesalinghubungan antar lima unsur yang ada didalamnya yakni emosi keagamaan,
sistem kepercayaan, sistem upacara keagamaan, peralatan upacara dan kelompok
keagamaan.
C. Unsur-Unsur
Dasar Sistem Religi.
Dari bentuk-bentuk religi yang ada di muka bumu
ini, paling tidak terdapat lima unsur dasar religi, yaitu:
- Emosi keagamaan/religious emotion/getaran jiwa.
- Sistem kepercayaan/believe system atau bayang-bayang manusia tentang bentuk dunia, alam, alam gaib, hidup dan mati dsb.
- Sistem upacara keagamaan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib berdasarkan atas sistem kepercayaan.
- Peralatan dan perlengkapan upacara.
- Kelompok keagamaan/religious community atau kesatuan-kesatuan sosial yang mengonsepsikan dan mengaktifkan religi beserta sistem-sistem upacara keagamaan.
D. Bentuk-Bentuk
Religi
Bentuk-bentuk religi adalah sebagai berikut:
- Fetishisme adalah bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan akan adanya jiwa dalam benda-benda tertentu. Kepercayaan ini melahirkan aktifitas-aktifitas religi guna memuja benda-benda berjiwa tersebut. Misalnya tradisi jawa ”memandikan” keris /pusaka pada bulan suro. Jika tidak dirawat/dimandikan akan hilang/ mencelakai pemiliknya.
- Animisme adalah bentuk religi yang yang berdasarkan kepercayaan bahwa dialam sekeliling tempat tinggal manusia didiami berbagai macam ruh. Kepercayaan ini menimbulkan aktifitas religi dalam bentuk pemujaan roh-roh.
- Animatisme, sebenarnya bukan bentuk religi melainkan suatu sistem kepercayaan bahwa benda-benda dan tumbuh-tumbuhan yang berada disekeliling manusia itu memiliki jiwa dan bisa berpikir seperti manusia. Kepercayaan ini tidak melahirkan bentuk aktifitas religi yang memuja benda atau tumbuhan tersebut, melainkan bisa menjadi unsur-unsur religi yang lain.
- Pra-animisme, merupakan bentuk religi yang berdasarkan pada kekuatan sakti yang ada dalam segalah hal yang luar biasa dan terdiri dari aktifitas religi yang berpedoman pada kepercayaan tersebut. Pra-animisme disebut juga dinamisme.
- Totemisme, bentuk religi dalam masyarakatyang terdiri dari kelompok-kelompok kekerabatan yang unilineal. Klompok unilineal tersebut meyakini bahwa mereka berasal dari dewdewa nenek moyang yang satu. Untuk mempererat kesatuan dalam kelompok unilineal tersebut, masing-masing kelompok memiliki lambang/simbol (totem) yang berbeda-beda. Bentuk totem berupa tumbuh-tumbuhan, binatang, gejalah alam atau benda yang melambangkan nenek moyang mereka.
- Polyteisme adalah bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan pada satu sistem yang luas dari dewa-dewa dan terdiri dari upacara-upacara pemujaan dewa-dewa.
- Monoteisme merupakan bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan pada satu tuhan dan terdiri dari upacara-upacara guna memuja Tuhan. Contohnya agama islam
- Mistik adalah bentuk religi yang berdasarkan kepercayaan pada satu tuhan yang dianggap meliputi segalah hal dalam alam semesta. Sistem kepercayaan ini terdiri dari upacara-upacara yang bertujuan mencapai kesatuan dengan tuhan.
Dihimpun
dari berbagai sumber
Tidak ada komentar:
Posting Komentar