GADING SEBAGAI MAS KAWIN MASYARAKAT ETNIS LAMAHOLOT DI KABUPATEN FLORES TIMUR PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR.
(Artikel ini di ajukan di IKIP BU Malang)
Yohanes
Muli Bura
ABSTRAK : Tradisi
meminang gadis dikalangan etnis Lamaholot memang unik, karena mas kawin (belis)
yang menjadi syarat dalam suatu perkawinan adalah gading, walaupun masyarakat
setempat tidak memelihara gajah. Makna gading dikalangan masyarakat Lamaholot
merupakan simbol penghargaan tertinggi terhadap pribadi seorang perempuan yang
akan dinikahi. Gading gajah tidak
hanya mengikat hubungan perkawinan antara suami-istri, atau antara keluarga
perempuan dan keluarga laki-laki, tetapi seluruh kumpulan masyarakat di suatu
wilayah. Perkawinan itu memiliki nilai sakral yang meluas, suci, dan bermartabat
yang lebih sosialis. Status sosial menjadi ukuran menentukan jumlah dan
ukuran gading. Jika calon istri berasal dari keluarga dengan status sosial
tinggi, jumlah gading jauh lebih banyak dan lebih panjang. Kalau anak gadis
berasal dari keluarga sederhana, jumlah dan ukuran gading bisa dikompromikan.
Ukuran gading dinyatakan dalam bentuk depa tangan orang dewasa, bukan dalam
bentuk meter. Ukuran gading dari paling besar sampai paling kecil dalam bahasa
Lamaholot dinamakan : bala bellen, bala kellikene, bala kewayane dan bala ina
umene.
Kata Kunci : Gading, Mas
Kawin, Etnis Lamaholot.
Dalam tradisi, di tengah rangkaian atau
tahapan perkawinan adat di Nusa Tenggara Timur, dikenal pembayaran belis atau
mas kawin. Tahapan ini dilaksanakan sesudah tahapan peminangan dengan membawa
sirih pinang dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Selanjutnya
pembayaran belis, baru kemudian dilaksanakan upacara perkawinan.
Di Nusa Tenggara Timur (NTT) belis merupakan unsur penting dalam
lembaga perkawinan. Selain dipandang sebagai tradisi yang memiliki nilai-nilai
luhur, di satu sisi merupakan bentuk penghargaan terhadap perempuan, juga
sebagai pengikat
pertalian kekeluargaan. Belis pun dianggap sebagai simbol untuk
mempersatukan laki-laki dan perempuan sebagai suami istri. Belis juga dianggap
sebagai syarat utama pengesahan berpindahnya suku perempuan ke suku suami.
Adapun ragam belis dapat berupa emas, perak, uang, maupun hewan. Belis
berupa hewan umumnya kerbau, sapi, atau kuda. Di daerah tertentu belis berupa
barang khusus. Di Kabupaten Sikka dan Flores Timur belis biasanya berupa gading
gajah. Besarnya belis antara lain ditentukan oleh status
sosial pihak perempuan, termasuk pendidikannya. Semakin tinggi status
sosialnya, akan semakin tinggi belisnya. Namun, besar belis bisa juga
bergantung sejauh mana hasil perundingan antara pihak
perempuan dan laki-laki.Dari pihak perempuan,
yang turut mendapatkan belis adalah orangtua perempuan, paman, kakak, maupun
tetua adat setempat. Dengan demikian, jika pada keluarga perempuan memiliki
banyak paman, maupun kakak, belis yang akan diberikan pihak laki-laki relatif
besar. Sampai sekarang perkawinan adat ini masih dipegang kuat.
Di Kabupaten Flores
Timur yang meliputi flores daratan
(daerah ujung timur pulau flores), dan tiga buah pulau yakni pulau adonara,
pulau solor dan pulau lembata/Lomblen, bisa kita jumpai suatu tradisi dari
masyarakat Lamaholot adalah sistem perkawinan (patrilineal) Dimana mas
kawin(belis/bahasa lamaholot disebut Welin) seorang wanita dinyatakan dalam
bentuk gading gajah (dalam bahasa lamaholot = Bala). Adat
istiadat ini dilaksanakan secara turun temurun dari nenek moyang terdahulu dan
masih dilaksanakan sampai sekarang. Belis seorang gadis (kebarek = bahasa
lamaholot) untuk kaum bangsawan (Ata Kebel’en = bahasa lamaholot) biasanya lima
gading dan untuk masyarakat biasa 3 gading (Bala) dan selain gading, diberikan
juga sebagai barang penyertanya yang wajib diberikan adalah sarung tenun sutera
(dalam bahasa Lamaholot disebut Lodan) merupakan barang antik bagi kalangan
masyarakat Lamaholot. Bagaimanakah praktek kehidupan sosial budaya masyarakat
lamaholot dalam tradisi adat perkawinan yang berlaku dalam masyarakat
Adonara-lamaholot? Tujuannya adalah untuk lebih memahami tentang sistem sosial
budaya masyarakat lokal, khususnya masyarakat Lamaholot di kabupaten Flores
Timur, Propinsi Nusa Tenggara Timur.
PEMBAHASAN
Perkawinan sebagai suatu peristiwa sosial yang luas, tidak hanya melibatkan
dua orang yang akan kawin semata. Perkawinan setidaknya melibatkan dua
keluarga, orang yang berinisiatif untuk kawin harus memiliki syarat-syarat yang
telah ditentukan oleh budayanya. Syarat-syarat perkawinan meliputi: Mas
kawin/bride price, Pencurahan
tenaga untuk kawin/bride-services, Pertukaran
gadis/bride-exchange (Pujileksono, 2009 ; 43).
Dari ketiga syarat-syarat
perkawinan yang tersebut diatas, syarat pertama yaitu mas kawin/bride price
yang paling dominant dipraktekan pada masyarakat lamaholot, khususnya
masyarakat yang berada di pulau adonara. Oleh sebab itu dalam pembahasan
ini saya memaparkan syarat-syarat mas kawin/ belis dan tata cara adat dalam
sebuah proses perkawinan yang ada dalam masyarakat adonara.
Mas kawin/bride price
adalah merupakan sejumlah harta/materi yang diberikan laki-laki kepada
perempuan yang akan dinikahinya dan atau kepada kerabatnya. Mas
kawin/bride-price yang dalam bahasa lamaholot disebut Welin, dan welin ini
berupa gading gajah yang merupakan suatu syarat mutlak yang harus diberikan
pihak laki-laki kepada pihak perempuan yang hendak dinikahinya.
Dalam sistem sosial budaya masyarakat
lamaholot pada umumnya dan masyarakat Adonara pada khususnya, mempunyai satu
corak keistimewaan yaitu sistem perkawinan, dimana belis untuk seorang gadis (Kebarek) itu adalah Gading. Pemberian
mas kawin berupa gading gajah di Pulau Adonara sekarang ini masih dipraktikkan
secara ketat. Tidak ada perkawinan tanpa gading. Batang gading itu tidak hanya
memiliki nilai adat, tetapi juga kekerabatan, harga diri perempuan, dan nilai
ekonomis yang tinggi.
Meski
perkembangan ilmu dan teknologi informasi terus merembes sampai ke
pelosok-pelosok desa di Pulau Adonara, mas kawin berupa gading gajah tidak
pernah hilang dari kehidupan mereka. Kehidupan orang Adonara secara keseluruhan
berada dalam suasana adat yang kuat, yang mengikat.
Gading gajah
tidak hanya mengikat hubungan perkawinan antara suami-istri, atau antara
keluarga perempuan dan keluarga laki-laki, tetapi seluruh kumpulan masyarakat
di suatu wilayah. Perkawinan itu memiliki nilai sakral yang meluas, suci, dan bermartabat
yang lebih sosialis (Abnersanga, wordpress.com).
Gading gajah
merupakan simbol penghargaan tertinggi terhadap pribadi seorang gadis yang
hendak dinikahi. Penghargaan atas kepercayaan, kejujuran, ketulusan, dan
keramahan yang dimiliki sang gadis. Kesediaan menyerahkan mas kawin gading
gajah kepada keluarga wanita pertanda membangun suasana harmonis bagi kehidupan
sosial budaya setempat. Pernikahan gadis asal Adonara selalu ditandai dengan
pembicaraan mas kawin gading gajah (Abnersanga,wordpress.com)
Di masyarakat
Adonara dikenal lebih kurang lima jenis gading (dalam bahasa lamaholot, gading
= bala). Namun, jika sang pria menikahi perempuan yang masih berhubungan darah
dengannya, maka dia akan kena denda, yakni memberi tambahan dua jenis gading
sehingga totalnya menjadi tujuh jenis gading (Ata Kebel’en = kaum bangsawan).
Kelima jenis gading itu adalah, pertama, bala
belee (gading besar dan panjang) dengan panjang satu depa orang dewasa.
Kedua, bala kelikene (setengah depa
sampai pergelangan tangan), kewayane
(setengah depa sampai siku), ina umene
(setengah depa sampai batas bahu), dan opu
lake (setengah depa, persis belah dada tengah). Dua jenis gading tambahan
yang biasa dijadikan sebagai denda ukurannya ditentukan sesuai dengan
kesepakatan (Adonarakita.blogspot.com).
Satuan yang
dipakai untuk menentukan besar atau kecil sebatang gading adalah depa, satu
depa orang dewasa (rentangan tangan dari ujung jari tengah tangan kiri ke ujung
jari tengah tangan kanan).
Juru bicara
keluarga biasanya memiliki keterampilan memahami bahasa adat, tata cara
pemberian, ungkapan-ungkapan adat, dan bagaimana membuka dan mengakhiri setiap
pembicaraan. Tiap-tiap juru bicara harus mengingatkan keluarga wanita atau pria
agar tidak melupakan segala hasil kesepakatan bersama.
Juru bicara pria
bersama orangtua calon pengantin pria selanjutnya mendatangi keluarga wanita.
Kedatangan pertama itu untuk menyampaikan niat sang pria menikahi gadis
pujaannya. Biasanya pasangan yang saling jatuh hati ini masih memiliki hubungan
kekerabatan, yang sering disebut anak om atau tanta.
Kedekatan
hubungan ini memang direstui dan dikehendaki adat, tetapi sering bertentangan
dengan hukum agama. Kalau ada kasus-kasus seperti itu, hal tersebut juga
dibahas pada saat koda pake,
pembahasan resmi mengenai adat perkawinan antara keluarga besar calon pengantin
pria dan keluarga besar calon pengantin wanita.
Oleh karena itu,
kedua pihak juga perlu menentukan waktu pertemuan bersama calon pengantin
masing-masing, menanyakan kebenaran dan keseriusan kedua calon pengantin
membangun rumah tangga baru. Jika ada pengakuan terbuka di hadapan kedua pihak
orangtua, pertemuan akan dilanjutkan ke tingkat keluarga besar dan akhirnya
memasuki tahap pembicaraan adat sesungguhnya, koda pake. Pada Koda Pake itulah disepakati jumlah gading
yang dijadikan mas kawin, besar dan panjang gading, serta kapan gading mulai
diserahkan.
Penyerahan
gading berlangsung pada tahap Pai Napa.
Pada acara ini pihak pria menyerahkan mas kawin berupa gading gajah disertai
beberapa babi, kambing, ayam jantan, dan minuman arak. Di sisi lain, pihak
wanita menyiapkan anting, gelang dari gading, cincin, rantai mas, serta kain
sarung yang berkualitas yakni kewatek Lodan (sarung tenunan sutra asli). Selain
itu, perlengkapan dapur, mulai dari alat memasak sampai piring dan sendok makan
(Abnersanga.wordpress.com). Meski tidak dipatok dalam proses Pai Napa, pemberian dari pihak wanita
kepada keluarga pria merupakan suatu kewajiban adat. Perlengkapan dari pihak
wanita harus benar-benar disiapkan dan nilainya harus bisa bersaing dengan
nilai gading.
Belakangan ini
dikenal satu istilah gere rero lodo rema,
atau gere rema lodo rero. Artinya,
gading gajah hanya dibawa siang atau malam hari ke rumah pihak keluarga wanita,
dan pada malam atau siang hari dibawa pulang ke pemiliknya
(Abnersanga.wordpress.com). Kehadiran gading itu hanya sebagai simbol, memenuhi
tuntutan adat. Pihak wanita tidak harus memiliki gading tersebut. Peristiwa
seperti ini sering terjadi kalau sang pria yang menikah dengan gadis Lamaholot
adalah orang dari luar lingkungan budaya Lamaholot, seperti Jawa, Sulawesi,
Sumatera, dan Bali.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Masyarakat etnis
lamaholot yang berada di kabupaten Flores Timur, Propinsi Nusa Tengga Timur
memiliki tradisi pembayaran mas kawin atau belis berupa gading gajah yang harus
diberikan dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan sesuai status sosial dari
perempuan yang dinikahi. Makna gading bagi masyarakat etnis Lamaholot merupakan
simbol penghargaan terhadap pribadi seorang wanita serta sebagai pengikat dan
membangun suatu hubungan antara kedua bela pihak bukan antara pihak laki-laki
dan perempuan saja, tetapi meliputi keluarga besar dalam suatu klan.
Saran
Masyarakat
Lamaholot sangat memegang teguh adat istiadat yang merupakan warisan nenek moyangnya,
diantaranya adalah gading sebagai mas kawin masyarakat Lamaholot. Gading
sebagai mas kawin merupakan suatu tuntutan adat yang harus dipenuhi setiap kaum
laki-laki hendak menikah, dan harga sebatang gading juga sangat mahal hingga
mencapai Rp.75 juta perbatang, hal ini sangat memberatkan. Sesuai permasalahan
tersebut, alangkah baiknya disederhanakan saja, dan proses penyederhanaan ini
perlu juga ada suatu musyawarah besar dikalangan masyarakat etnis Lamaholot
untuk bisa mengambil suatu kebijakan yang lebih baik untuk bisa menetapkan
suatu cara-cara yang lebih praktis, dengan melihat perkembangan jaman tanpa
menghilangkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam filosofis masyarakat
Lamaholot.
DAFTAR
RUJUKAN
Pujileksono, S. 2006. Pengantar Antropologi. Malang
: UMM Press
http://adonarakita.blogspot.com/2008/01/praktik-kehidupan-di-pulau-adonara.html
(diakses 27 April 2012)
http://abnersanga.wordpress.com/adonara/cerita-tentang-adonara/praktik-kehidupan-di-pulau-adonara/
(Diakses 27 April 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar