A. BEBERAPA TEORI AWAL TENTANG POLITIK
Etimologis
Istilah
politik berasal dari bahasa Yunani yakni Polis atau negara kota. Politik adalah masalah kenegaraan atau
kekuasaan mengatur negara. Politik juga kekuasaan untuk mengambil
kebijaksanaan, pengambil keputusan. Adapun istilah negara berasal dari
bahasa sansekerta yakni nagari, artinya kota tempat kedudukan raja. Sejarah
politik objeknya adalah kekuasaan dan kenegaraan.
Definisi
Negara
Plato
(429-374) dalam bukunya Politea, menyatakan negara itu seperti tubuh yang
berkembang dari beberapa individu yang terorganisasi. Adapun bentuk-bentuk itu
antara lain :
ü Aristokrasi
: kekuasaan dipegang para cendekiawan/pintar yang diutamakan keadilan dan
kepentingan bersama.
ü Timokrasi
: sekelompok penguasa (elit) yang lebih mengutamakan kepentingan kelompoknya
dan karena itu tidak adil.
ü Oligarchie
: kekuasaan negara dipegang kaum hartawan (konglomerat) dan berkembanglah
kepemilikan swasta.
ü Demokrasi
: pemerintahan yang dipegang oleh rakyat dan kepentingan umum diutamakan,
disamping kebebasan/kemerdekaan.
ü Tyrani :
pemerintahan dipegang seorang dan biasanya tidak adil dan mementingkan dirinya
atau keluarganya.
Menurut
Plato yang terbaik adalah aristokrasi, sedangkan demokrasi karena kebebasan
bisa menimbulkan kekacauan/perang saudara.
Tokoh
Yunani kuno lainnya, Aristoteles (384-322) yang dianggap bapak ilmu politik
dengan bukunya ”Politica”. Adapun bentuk-bentuk negara yaitu :
ü Monarchie,
kekuasaan dipegang oleh seorang raja. Sistem ini baik kalau digunakan untuk
kepentingan umum. Tetapi menjadi jelek bilah hanya untuk kepentingan pribadi
atau kelompoknya dan disebut Tyrani.
ü Aristokrasi,
pemerintahan di pegang oleh sekelompok orang karena untuk kepentingan umum itu
baik. Kalau hanya kepentingan pribadi / penguasa itu jelek dan disebut
Oligarchie.
ü Demokrasi,
teori di pegang oleh rakyat tetapi kenyataan di pegang sekelompok orang saja
yang sekarang disebut kaum elit. Menjadi jelek kalau bukan untuk kepentingan
umum dan menjadi baik kalau untuk kepentingan umum dan disebut Republik.
Dimasa
Renaissance yang terkenal tokoh dari Italia (Florence) yaitu Nicolo Machiavelli
(1469-1527). Dengan bukunya ”II Principe” (pelajaran untuk raja, sang
penguasa/sang pangeran). Pokok pikirannya antara lain
ü Dilapangan
praktek negara, penguasa tak perlu menghiraukan tatasusila, sebab bila
tatasusila di laksanakan bisa merugikan penguasa atau negara.
ü Orang
berjuang menggunakan kekuasaan/kekerasan seperti binatang yang tak mengenal
hukum (yang ada hukum rimba) pokoknya suatu saat raja harus seperti singa
(ditakuti rakyat) atau kancil (dapat menipu rakyat). Bila perlu janji raja tak
perlu di tepati.
ü Barang
siapa mempunyai kekuasaan berarti mempunyai hukum dan barang siapa tak
mempunyai kekuasaan berarti tak punya hukum.
Apakah
ajaran Machievelli juga masih dipakai penguasa dimana pun, kapanpun sehingga
ada istilah Tyrani , Diktatur, dengan praktek
: tujuan menghalalkan cara.
Syarat
adanya negara harus ada : wilayah, penduduk, pemerintah yang berdaulat.
Sedangkan syarat lainnya mampu berhubungan dengan negara lain dan adanya
pengakuan. Syarat akhir ini tidak mutlak. Pengakuan de fakto (berdasarkan
realita) dan de yure (berdasarkan hukum). Keberadaan negara menjadi kuat
apabila semua syarat di atas di penuhi dan menjadi anggota organisasi regional
maupun internasional.
B.
PERIODISASI
SEJARAH NASIONAL INDONESIA
NO
|
MASA/WAKTU
|
KETERANGAN
|
LAINNYA
|
1
|
.....—ABAD IV
|
PRA SEJARAH INDONESIA
|
BELUM ADA TULISAN
|
2
|
ABAD IV - XV
|
JAMAN KLASIK/ HINDU BUDHA
|
KERAJAAN NASIONAL :
·
SRIWIJAYA
·
MAJAPAHIT
|
3
|
ABAD XV-1908
(kebangkitan
nasional 20 mei 1908)
|
ISLAM DAN IMPERIALISME BARAT
|
PERLAWANAN FISIK
·
PRG PADRI
(1819-1837
·
PRG DIPNEGRO
(1825-1830)
·
PRG ACEH (1873-1904)
SEBAB GAGAL :
·
BERSIFAT
LOKAL/KEDAERAHAN
·
SPORADIS/TIDAK
SERENTAK
·
SENJATA TAK
SEIMBANG
·
ADANYA
PENGKHIANATAN
·
POLITIK
DEVIDE ET IMPERA (PECAH BELAH UNTK DIKUASAI)
|
4
|
1908-1945
|
PERGERAKAN NASIONAL
(perlawanan dengan orang. Politik dengan ormas lainnya)
1945 proklamasi kemerdekaan (terbentuknya NKRI)
|
·
1928 sumpah
pemuda (terbentuknya bangsa budaya)
·
1942
pendudukan jepang
|
5
|
1945-1949
(ORLA)
|
P0ERGERAKAN KEMERDEKAAN
|
PERLAWANAN DENGAN :
·
DIPLOMASI
·
GRELIYA
|
6
|
1949-1966
(ORLA)
|
KONSOLIDASI NASIONAL
·
1949 : KMB
·
1959 : DEKRIT
PRESIDEN 5 JULI 1959
·
11-3-1966 :
SUPERSEMAR
|
·
MEMBASMI
PEMBERONTAKAN : DI, RMS, PRRI, DITAMBAH TRIKORA
|
7
|
·
1966-1998
(ORBA)
·
1998-......
(REFORMASI)
|
·
MASA
PEMBANGUNAN
·
MASA
PERUBAHAN
|
|
Keberhasilan
Pergerakan Nasional (1908-1945)
·
Mulai ada kesadaran
berbangsa (1908), meningkatnya menjadi bangsa budaya (1928) dan puncaknya
bangsa negara (1945).
·
Kegagalan perlawanan fisik diganti dengan strategi
perlawanan debgan organisasi politik/partai politik
·
Mulai meningkatnya persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia
Strategi
mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan (1945-1949) :
·
Perang Perang :
ü Perang
frontal antara lain : pertempuran Surabaya (10-11-1945), pendudukan Yogyakarta
(serangan 1 maret 1949)
ü Perang
gereliya : terutama waktu agresi Belanda I (21-7-1947) dan II (19-12-1949).
·
Dengan Diplomasi :
ü Dengan
Belanda menghasilkan : perjanjian Linggarjati (25-3-1947), Renville
(17-1-1948), KMB (27-12-1949)
ü Dengan
PBB sehingga dibentuk KTN (1947) dan UNCI (1949).
NO
|
BENTUK NEGARA
|
KONSTITUSI
|
DASAR NEGARA
|
SISTEM DEMOKRASI
|
SISTEM KABINET
|
NAMA LEGISLATIF
|
KET
|
1
|
REPUBLIK/NKRI
|
UUD 45
|
PANCASILA
|
D. LIBERAL?
|
PRESIDENSIL
|
KNIP
|
17-8-1945
|
2
|
ITEM
|
ITEM
|
ITEM
|
DEMOKRASI PARLEMENTER
|
PARLEMENTER/LIBERAL
|
KNIP
|
14-11-1945 9MAKLIMAT NO X)
|
3
|
RIS
|
KONSTITUSI RIS
|
ITEM
|
ITEM
|
ITEM
|
PARLEMEN (DPR+SENAT)
|
27-12-1945 (ADA 16 NEGARA BAGIAN)
|
4
|
REPUBLIK/NKARI
|
UUDS/UUD 1950
|
ITEM
|
D. LIBERAL
|
ITEM
|
PARLEMEN
(DPRS +SENAT)
|
17-8-1950
|
5
|
ITEM
|
UUD 1945
|
ITEM
|
DEMOKRASI
TERPIMPIN
|
PRESIDENSIL
|
MPRS+DPRS
|
5-7-1959
(DEKRIT PRESIDEN)
|
6
|
ITEM
|
ITEM
|
ITEM
|
DEMOKRASI
PANCASILA
|
ITEM
|
MPR+DPR
|
11-3-1966
|
7
|
ITEM
|
ITEM
|
ITEM
|
D. LIBERAL (BANYAK PARTAI)
|
ITEM
|
MPR+DPR
|
20 MEI 1998
|
Senat adalah : wakil Negara bagian
jaman RIS. DPR adalah wakil rakyat. Tugas konstituante hasil pemilu 1955 adalah
: untuk menyususn kembali dasar Negara yakni UUDS 1950.
Papda masa pemerintahan Belanda di Indonesia,
Belanda membentuk Parlemen yang disebut Voolksraad (dewan rakyat) yang dipilih
tidak melalui pemilu tetapi di tunjuk langsung oleh Gubernur Jemdral.
Trilogy Van Deventer : politik balas
jasa untuk Negara jajahan yakni Indonesia
ada tiga hal yang perlu dilaksanakan, yakni : Edukasi, Irigasi dan
kolonisasi/transmigrasi ke lampung.
Bagan pesta demokrasi
di Indonesia
{PEMILU}
NO
|
TAHUN
|
PESERTA
|
UNTUK LEMBAGA
|
JMLH KURSI
|
PEMENANG
|
LAIN-LAIN
|
1
|
1955
|
28 PARTAI +
ORMAS=PERORANGAN
|
DPR
KONSTITUSI
|
272
544
|
PNI,NU,
MASYUMI PKI
|
PEMILU PALING DEMOKRATIS. DIANGKAT 12 ORANG SEMUA
GOLONGAN
|
2
|
1971
|
10 PARTAI
|
DPR/MPR
|
350/
|
GOLKAR
|
DIANGKAT 100 ORANG ABRI & POLRI
|
3
|
1977
&1982
|
3 PARTAI
|
DPR/MPR
|
350/
|
GOLKAR
|
ITEM
|
4
|
1987, 1992
& 1997
|
3 PARTAI
|
DPR/MPR
|
425/
|
GOLKAR
|
DIANGKAT
75 ORANG ABRI & POLRI
|
5
|
1999
|
48 PARTAI
|
DPR/MPR
|
462/
|
PDIP,
GOLKAR, PPP
|
DIANGKAT
35 ORANG ABRI & POLRI
|
6
|
2004
|
24 PARTAI
|
DPR/DPD
|
550+132(4x33)
MPR: 582
|
GOLKAR,
PDIP, PPP
|
TIDAK ADA YANG DI ANGKAT/NETRAL
|
7
|
2009
|
44
PARTAI
|
DPR/DPD
|
560+132
MPR:
692
|
DEMOKRAT,
GOLKAR PDIP
|
ITEM
|
KETERANGAN :
Pada pemilu
2009 hanya ada 9 partai yang menduduki kursi DPR, yakni :
·
Democrat
·
Golkar
·
PDIP
·
PKS
·
PAN
·
PPP
·
PKB
·
GERINDRA
·
HANURA
C. PARTAI
POLITIK
Berdasarkan UU No. 3 Tahun 1975 jo UU
No. 3 Tahun 1985, tentang Partai Politik dan Golongan Karya di Indonesia ada
tiga organisasi kekuatan social politik, yaitu : Partai Politik (PDI dan PPP)
dan Golongan Karya. Pengertian Kekuatan Sosial pada dasarnya sama dengan
pengertian partai politik dalam arti umum.
Secara
etimologis kata Partai berasal dari bahasa latin yakni pars yang berarti
bagian. Dalam perkembangannyapengertian kata partai selalu di kaitkan dengan
badan-badan parlementer dan badan-badan pemilihan. Sehingga partai menandai
dirinya dengan prinsip-prinsip demokrasi. Partai-partai politik berkembang
bersamaan dengan berkembangnya proses-proses parlementer dan proses-proses
pemilihan. Pada bagian pertama abad ke 19 konsepsi partai lebih banyak mengacu
pada berpikir tentang ideologi dari pada tentang manusianya yang membentuk dan
duduk didalamnya. Studi yang dilakukan akhir-akhir ini misalnya tentang
pembuatan keputusan (decision making) telah memusatkan perhatiannya tentang apa
yang diperbuat partai dari pada partai organisasinya.
Dalam
membuat analisa tentang partai politik manapun juga harus diperhitungkan
aspek-aspek ideologi, dasar-dasar sosial, struktur, organisasi, partisipasi dan
strateginya (Duverger,, 1984 : 3 – 5).
Dibawah
ini dikemukakan beberapa pengertian tentang Partai Politik yang diberikan oleh
para sarjana terkemuka, antara lain :
·
Sigmund
Neumann : Partai Politik adalah organisasi artikulatif yang
terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif yaitu mereka yang memusatkan
perhatiannya pada pengendalian kekuasaan pemerintahan dan yang bersaing untuk
menperoleh dukungan rakyat dengan beberap kelompok lain yang mempunyai
pandangan yang berbeda-beda.
·
R.H.Soltou
: Partai Politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyak
terorganisasikan, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan
denganmemanfaatkan kekuasaan untuk memilih tujuan untuk menguasai pemerintahan
dan melaksanakan kebijaksanaan umum mereka.
·
Huszar
dan Stevenson : Partai Politik adalah sekelompok orang yang
teroganisasikan serta berusaha untuk mengendalikan pemerintahan agar dapat
melaksanakan program-programnya dan menempatkan/mendudukan anggota-anggota
dalam pemerintahan. (Haryanto, 1982
:86-88).
Dari beberap
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian Partai Politik mencakup
komponen-komponen sebagai berikut :
·
Sekelompok warga negara yang sedikit banyak telah
terorganisasikan,
·
Anggota-anggotanya mempunyai cita-cita, tujuan, dan
orientasi yang sama,
·
Berusaha merebut dukungan rakyat untuk memperoleh atau
mengendalikan kekuasaan politik atau pemerintahan,
·
Berusaha untuk melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan,
·
Menempatkan anggota-anggotanya dalam jabatan-jabatan
politik atau pemerintahan,
·
Cara memperoleh kekuasaan/menduduki jabatan-jabatan
politik atau pemerintahan adalah dengan jalan konstitusional atau
inkonstitusional.
Dilihat
dari hakekat partai politik amat sulit dibedakan dengan kelompok kepentingan
yang di organisasikan secara rapi. Tetapi antara keduanya dapat dibedakan
secara umum yaitu bahwa kelompok kepentingan berusaha mempengaruhi kebijakansanaan pemerintah, sedangkan partapi politik
benar-benar ”berkehendak” memperoleh dan menguasai jabatan-jabatan politik atau
pemerintah. Sekalipun dalam kenyataan dan praktiknya perbedaan antara partai
politik dengan kelompok kepentingan tidak setegas itu. Atau dengan kata lain,
partai politik berusaha mencari kekuasaan melalui pemilihan-pemilihan atau
cara-cara lain untuk menduduki jabatan-jabatan politik atau pemerintahan.
Tetapi kelompok kepentingan pada dasarnya hanya berusaha untuk mempengaruhi
para pemegang kekuasaan.
a.
Fungsi Partai Politik
Dalam dunia literatur dikenal ada enam macam fungsi partai politik yaitu :
v Partai
Politik Sebagai Sarana Komunikasi Politik.
Partai Politik bertindak sebagai penghubung antara pihak
yang memerintah dan yang di perintah, yaitu menampung informasi dari masyarakat
disalurkan ke pihak penguasa dan sebaliknya informasi yang berasal dari
penguasa kepada masyarakat.
Informasi dari masyarakat yang berupa pendapat dan
aspirasi di atur dan di olah sedemikian rupa sehingga dapat disalurkan kepada
pengambil kebijaksanaan. Dan sebaliknya informasi dari pemerintah yang berupa
rencana, program atau kebijakan-kebijakan pemerintah disebarluaskan oleh partai
politik kepada masyarakat.
Fungsi partai politik sebagai sarana komunikasi politik
berbeda dalam berbagai negara. Perbedaan itu terutama berkaitan faham atau
ideologi yang di anutnya, misalnya di negara yang menganut faham demokrasi
berlangsung dua arah secara seimbang, tetapi di negara yang menganut faham otokrasi
pada umumnya komunikasi politik hanya berlangsung satu arah saja, ialah dari
pihak penguasa kepada masyarakat.
v Partai
Politik Sebagai Sarana Artikulasi dan Agregasi Kepentingan.
Sebagaimana disebutkan diatas, partai politik mempunya
fungsi menyalurkan berbagai macam pendapat, aspirasi atau tuntutan masyarakat.
Proses untuk mengolah, merumuskan dan akhirnya menyalurkan pendapat, aspirasi
atau tuntutan itu kepada pemerintah dalam bentuk dukungan atau tuntutan
dinamakan artikulasi kepentingan.
Dalam praktiknya atau kenyataannya artikulasi kepentingan itu tidak hanya di
jalankan oleh partai politik saja, tetapi dapat juga di jalankan oleh kelompok
kepentingan.
Seangkan proses penggabungan tuntutan, dukungan atau
sikap dari berbagai kelompok masyarakat yang mempunyai persamaan disebut agregasi kepentingan. Seperti artikulasi
kepentingan, maka agregasi kepentinganpun tidak hanya di jalankan oleh partai
politik saja, tetapi dapat dijalankan oleh kelompok-kelompok kepentingan.
Dalam suatu sistem politik, artikulasi dan agregasi
kepentingan merupakan input yang di
salurkan kepada lembaga-lembaga yang berwenang untuk membuat keputusan atau
kebijakan seperti misalnya dewan perwakilan rakyat atau pemerintah untuk di
olah atau lazim di sebut konversi
menjadi output dalam bentuk-bentuk
peranturan-peraturan dan kebijakan-kebijakan umum lainnya.
v Partai
Politik Sebagai Sarana Sosialisasi Politik.
Disamping menanamkan ideologi partai kepada para
pendukungnya, maka partai politik harus pula menyampaikan atau mengajarkan nilai-nilai
dan keyakinan politik yang berlaku dinegaranya. Partai politik yang harus
mendidik masyarakat agar mempunyai kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai
warga negara. Proses penyampaian ini dinamakan sosialisasi politik.
Pada umumnya proses sosialisasi politik ditempuh dengan
cara menyelenggarakan kursus-kursus, penataran-penataran atau ceramah-seramah
tentang politik.
Dinegara-negara yang sedang berkembang fungsi utama
sosialisasi politik biasanya lebih banyak ditujuhkan pada usaha untuk memupuk
integrasi nasional dimana umumnya bangsa yang sedang membangun itu masih
bersifat heterogen.
v Partai
Politik Sebagai Sarana Rekrutmen Politik.
Partai Politik berusaha untuk menarik warga negara
menjadi anggota partai yang berarti memperluas partisipasi warga negara dalam
kehidupan politik. Rekrutmen politik
merupakan salah satu cara untuk menyeleksi anggota-anggota partai yang berbakat
untuk dipersiapkan menjadi calon-calon pemimpin. Salah satu cara yang
ditempuh oleh partai politik adalah
dengan menarik golongan muda untuk dididik menjadi kader partai yang
dipersiapkan menjadi pemimpin untuk dimasa akan datang.
Rekrutmen politik juga dimaksudkan untuk menjamin
kelangsungan/kelestarian hidup dari partai politik yang bersangkutan. Dengan
cara-cara demikian maka proses regenerasi akan berjalan dengan lancar,
kelangsungan hidup partai serta kaderisasi kepemimpinan partai akan lebih
terjamin.
v Partai
Politik Sebagai Sarana Pembuat Kebijaksanaan.
Partai Politik disebut sebagai sarana pembuat kebijakan
apabilah partai yang bersangkutan merupakan mayoritas dalam badan perwakilan
atau memegang tampuk pemerintahan. Tetapi jika sebuah partai hanya berkedudukan
sebagai partai oposisi, maka ia tidak dapat dikatakan sebagai sarana pembuat
kebijakan sebab fungsinya hanya mengkritik kebijakansanaan-kebijaksanaan yang
dibuat pemerintah.
v Partai
Politik Sebagai Sarana Pengatur Konflik.
Dinegara-negara yang menganut faham demokrasi, masalah
perbedaan pendapat dan persaingan adalah merupakan suatu hal yang wajar. Dengan
adanya perbedaan pendapat dan persaingan itu sering kali timbul konflik-konflik
atau pertentangan antara mereka. Dalam hubungan ini, maka partai politik
berfungsi sebagai sarana pengatur konflik, guna mencari konsensus.
b.
Klasifikasi Partai Politik
1. Partai
politik dapat digolongkan atau di klasifikasikan dengan berbagai cara. Menurut
segi komposisi dan fungsi keanggotaannya dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu
:
·
Partai Massa.
Ciri utamanya adalah jumlah anggota atau pendukungnya
yang banyak. Dalam partai massa memang jumlah
anggota yang dipentingkan. Pada umumnya partai massa memang mempunya
program, walaupun program-programnyaitu agak kabur dan bersifat agak umum.
Anggota partai massa ini pada umumnya berasal dari berbagai golongan atau
kelompok yang ada pada masyarakat. Apabila golongan atau kelompok itu mempunyai
kepentingan tidak disalurkan, maka kelompok-kelompok itu akan memisahkan diri
sebagai kekuatan baru menjadi partai tandingan. Dalam keadaan demikian maka
partai massa yang bersangkutan menjadi lemah.
·
Partai Kader.
Sebaliknya, Partai Kader ciri utama dan dipentingkan
adalah disiplin dan ketaatan organisasi.
Sehingga partai kader tidak mementingkan jumlah anggota yang banyak. Bisanya
masalah doktrin dan ideologi partai harus tetap di jaga dan dijamin kemurnian
serta kelangsungannya. Disiplin dan ketaantan dalam arti apabilah
anggota-anggotanya menyimpang atau menyeleweng dari doktrin atau ideologi
partai akan dipecat dari keanggotaannya. (Budiarjo, 1980 :166-167 dan Haryanto,
1982 :96-97).
2. Apabila
klasifikasi partai politik tersebut tersebut dari segi sifat dan orientasinya,
maka partai politik dapat dibagi menjadi dua jenis pula, yakni :
· Partai
perlindungan/Patrogane Party
Partai Perlindungan adalah partai yang aktif pada
saat-saat akan dilangsungkan nya pemilihan umum. Tujuannya adalah untuk
memenangkan pemilihan umum, dengan maksud untuk mendudukan anggota-anggotanya
pada jabatan-jabatan politik maupun pemerintahan sesuai dengan target atau
programnya. Oleh karena itu pada umumnya partai perlindungan kurang mempunyai
disiplin yang ketat dalam keanggotaannya.
·
Partai Azas/Partai Ideologi/Programatic Party
Partai
Ideologi pada umumnya memiliki disiplin yang ketat dalam keanggotaannya.
Terhadap calon anggota dilakukan penyaringan, sedangkan untuk menjadi anggota
pimpinan diisyaratkan criteria, misalnya secara bertahap dengan system
kaderisasi.
3. Selain klasifikasi seperti diatas,
masih juga terdapat klasifikasi dari segi atau cara lain, yaitu menurut system
yang di anut dalam Negara yang bersangkutan. Ada tiga macam perbedaan, yakni :
·
Sistem
Partai Tunggal.
Apabila dalam
suatu Negara hanya terdapat satu partai politik, maka Negara tersebut menganut
system sati partai atau system partai tunggal. Kecendrungan untuk mengambil
pola system partai tunggal antara lain disebabkan karena di Negara-negara baru
para pemimpin sering dihadapkan pada masalah bagaimana mengintegrasikan
berbagai golongan, daerah serta suku yang bersorak heterogen. Kekewatiran
timbul bahwa keanekaragaman social dan buday itu dibiarkan dapat timbul
gejolak-gejolak social politik yang dapat menghambat kelancaran usaha
pembangunan.
Partai Tunggal
dan organisasi yang bernaung dibawahnya berfungsi ganda, sehingga dilakukan
perpaduan antara kepentingan partai dan kepentingan rakyat secara keseluruhan.
·
Sistem
Dwi Partai.
Dalam
kepustakaan ilmu politik pengertian system dwi partai diartikan dengan adanya dua partai atau lebih, tetapi
dengan dominasi dari dua partai saja. Dalam system ini biasanya secara
silih berganti sebagai hasil dari pemilihan umum menjadi partai yang berkuasa
dan partai oposisi. Dalam persaingan untuk memenangkan pemilihan umum kedua
partai bersaing secara ketat untuk merebut dukungan orang-orang yang berada
diantara kedua partai tersebut dan dinamakan Pemilihan Mengambang (Floating
Vote).
System dwi partai dapat berjalan dengan baik apabila
terpenuhi tiga syarat yakni :
·
Komposisi masyarakat homogen,
·
Konsensus dalam masyarakat mengenai azas dan tujuan
sosial yang pokok kuat,
·
Adanya kontinyuitas sejarah (Budiarjo, 1980 ; 168-169).
·
Sistem
Multi Partai.
Pada umumnya keanekaragaman ras, agama, suku bangsa dan
daerah cendrung berkembang kea rah pembentukan system multi partai.
Sehimgga saistem multi partai lebih mencerminkan adanya masyarakat yang majemuk
(Pluralistis). Apa bila dalam system multi partai ini tidak ada partai
yang dominant biasanya kestabilan politik sulit untuk dipertahankan. Apalagi
bila sistem multi partai menitik
beratkan pada lembaha legislatif.
Pola sistem multi partai biasanya ditunjukan dengan
sistem pemilihan perwakilan berimbang (proportional representation). Dengan
sistem pemilihan perwakilan berimbang itu partai-partai kecil dapat memperoleh
keuntungan dari ketentuan bahwa kelebihan suara yang diperoleh pada suatu
tingkat daerah pemilihan ditarik ke tingkat daerah pemilihan yang lebih tinggi
untuk menggenapkan jumlah suara yang diperlukan untuk memperoleh tambahan satu
kursi perwakilan.
Suatu peranan yang sangat diharapkan dari partai politik
di negara-negara yang sedang berkembang (sedang membangun)adalah sebagai sarana
untuk mengembangkan integrasi dan identitas nasional. Pengalaman dibeberapa
negara menunjukan bahwa partai politik
sering kali tidak mampuh membina integrasi, akan tetapi malahan dapat
menimbulkan pengkotakkan dalam pertentangan-pertentangan. Sekalipun banyak
kelemahannya, tetapi secara garis besar partai politik tetap dianggap sebagai
sarana penting dalam kehidupan politik. Pembangunan bangsa dengan segalah
dimensinya hanya mungkin dilakukan apabila ada di dukungan/partisipasi seluruh
masyarakat dan untuk itu kekuatan sosial politik memberikan andil untuk
membantu mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam negara serta
memobilisasikan partisipasi rakyat. (Budiarjo, 1981: 20-21).
4. Menurut
sifatnya , partai politik dibedakan menjadi beberapa macam, yaitu
·
Partai Politik Ekstrim.
Suatu partai politik dikatakan bersifat ekstrim apabila
partai politik itu menganut suatu ajaran sebagai azasnya dan para pengikutnya
secara apriori tidak dapat bekerjasama atau tidak adanya saling pengertian
dengan partai politik lainnya dalam suatu wilayah negara yang sama.
· Partai Politik
Lunak.
Suatu partai politik dikatakan lunak apabila partai
politik yang bersangkutan berdasarkan ajaran/azaz dapat membinah kerjasama,
saling adanya toleransi dengan partai politik lainnya dalam wilayah suatu
negara yang sama.
·
Partai Politik Moderat.
Suatu partai politik dikatakan bersifat moderat apabila
partai politik itu berdasarkan ajaran yang dijadikan azasnya beserta para pengikutnya ”secara
loyal” dapat bekerjasama dengan partai politik lain yang hidup dan berkembang
dalam suatu wilayah negara yang sama.
Dalam kenyataannya pembedaan tersebut hanya bersifat
gadrasi karena pada dasarnya yang mewarnai suatu partai politik adalah para
pelaku politik, (Pandoyo, 1981 : 19-21).
c.
Fusi
Sebagai Penyederhanaan Sistem Kepartaian
Organisasi-organisasi kekuatan sosial
politik di Indonesia
telah disederhanakan dengan UU Republik Indonesia No. 3 Tahun 1975 tentang
Partai Politik dan Golongan Karya. Usaha penyederhanaan ini dimaksudkan juga
sebagai langkah untuk mendayagunakan kehidupan politik sehingga dapat tumbuh
dengan semakin kuat dan mantap, sekaligus memberikan kepastian hokum tentang
hokum, fungsi, hak dan kewajiban yang sama dan sederajad dari organisasi-organisasi social politik itu
sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi Pancasila dan pelaksanaan pembangunan
bangsa.
UU.No.3 Tahun 1975 itu telah diubah
dengan UU No. 3 Tahun 1985 sebagai usa penyesuaian perkembangan kehidupan
social politik dengan tuntutan dan kemajuan pembangunan nasional. UU.No.3 Tahun
1985 itu merupakan pelaksanaan Tap. MPR No. II/MPR/1983 tentang GBHN yang
menetapkan bahwa satu-satunya azas bagi organisasi kekuatan social politik dan
kemasyarakatan adalah PANCASILA.
Dalam UU ini yang dimaksudkan dengan
Partai Politik dan Golongan Karya adalah organisasi kekuatan social politik
yang merupakan hasil pembaharuan dan penyederhanaan kehidupan politik di
Indonesia, yaitu :
1. Dua partai Politik yang pada saat
berlakunya UU ini bernama : Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai
Demokrasi Indonesia (PDI).
2.
Satu Golongan Karya yang pada saat berlekunya UU ini
bernama : Golongan Karya.
Partai
Persatuan Pembangunan merupakan hasil fusi dari kelompok Partai Politik yang
bernafaskan Islam, yaitu :
1.
Partai NU
2.
Parmusi
3.
PSII
4.
PERTI
Sedangkan
Partai Demokrasi Indonesia merupakan hasil fusi dari :
1.
PNI
2.
Parkindo
3.
Partai Katolik
4.
IPKI
5.
Partai Murba
Jadi
sebelum terjadinya fusi yang kemudian tertuang dalam UU No.3 Tahun 1975
tersebut di Indonesia terdapat 9 Partai Politik dan 1 Golongan Karya.
Partai
Politik dan Golongan Karya sebagai organisasi yang dibentuk oleh anggota
masyarakat warga negara RI atas dasar persamaan kehendak, mempunyai kedudukan,
fungsi, hak dan kewajiban yang sama dan sederajad sesuai dengan UU ini dan
kedaulatannya berada di tangan anggota.
Partai
Politik dan Golongan Karya berdasarkan Pancasila sebagai satu-satunya azas.
Azas dimaksud hádala azas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Tujuan
Partai Politik dan Golongan Karya adalah :
1.
Mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana dimaksud dalam
UUD 1945
2.
Menciptakan masyarakat adil dan makmur yang merata
spiritual dan material berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah NKRI.
3.
Mengembangkan kehidupan Demokrasi Indonesia.
Tujuan
tersebut harus dicapai melalui program-program dengan jira/semangat
kekeluargaan, musyawarah dan gotong rotong. Partai Politik dan Golongan Karya
wajib mencantumkan azas dan tujuan itu dalam Anggaran Dasarnya.
Partai
Politik dan Golongan Karya memiliki fungsi :
1.
Sebagai salah satu lembaga Demokrasi Pancasila
menyalurkan pendapat dan aspirasi masyarakat secara sehat dan mewujudkan
hak-hak politik rakyat,
2.
Membina anggota-anggotanya menjadi warga negara RI
yang bermoral Pancasila, setia terhadap UUD 1945 dan sebagai salah satu wadah untuk
mendidik kesadaran politik rakyat.
Adapun
yang menjadi kewajiban Partai Politik dan Golongan Karya adalah :
1.
Melaksanakan, mengamalkan dan mengamankan Pancasila dan
UUD 1945.
2.
Mempertahankan dan mengisi kemerdekaan Negara Kesatuan
RI.
3.
Mengamankan dan melaksanakan GBHN dan Tap MPR lainnya.
KONSEP DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
(Pidato di BPUPKI Nomor I, II, dan III. Dan lainnya merupakan
kesepakatan)
I.
Mr. Moh. Yamin (29 Mei 1945) :
1.
Peri Kebangsaan
2.
Peri Kemanusiaan
3.
Peri Ketuhanan
4.
Peri Kerakyatan
5.
Kesejahteraan Rakyat
II.
Prof.Dr. Soepomo (31 Mei 1945) :
1.
Persatuan
2.
Kekeluargaan
3.
Keseimbangan Lahir dan Batin
4.
Musyawarah
5.
Keadilan Rakyat
III.
Ir. Soekarno (1 Juli 1945) :
1.
Kebangsaan atau Nasionalisme
2.
Peri Kemanusiaan dan Internasionalisme
3.
Mufakat atau Demokrasi
4.
Kesejahteraan Social
5.
Ketuhanan Yang Maha Esa
(Diberi nama PANCASILA)
IV.
Piagam Yakarta (22 Juni 1945) :
1.
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syarat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya
2.
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
kerakyatan Yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/perwakilan
5.
Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
V.
UUD 1945 (Disyahkan PPKI 18 agustus 1945) :
1.
Ketuhanan yang Maha Esa
2.
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
3.
Persatuan Indonesia
4.
Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyaratan/Perwakilan
5.
Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
(Tercantum pada bagian Pembukaan)
VI.
Konstitusi Ris (27 Desember 1949) maupun UUD Sementara
(17 Agustus 1950) :
1.
Ketuhanan yang Maha Esa
2.
Peri Kemanusiaan
3.
Kebangsaan
4.
Kerakyatan
5.
Keadilan Social
(Tercantum pada bagian Pembukaan)
A. BERBAGAI KRISIS DAN REFORMASI POLITIK DI INDONESIA.
( Sebagai Bahan Kegiatan “Sanctioning” Materi Penataran
Sejarah di PPPG dan PPKN Madang Tgl 22 s/d 26 Oktober 2001)
I.
PENGERTIAN ISTILAH.
§ Krisis
secara etimologis berasal dari bahasa
Inggris : crisis yang artinya kalut, genting, keadaan yang kalut, saat genting.
Krisis dalam arti luas meliputi keadaan kalut, genting disegalah bidang
kehidupan masyarakat sehingga ada krisis ekonomi, krisis moral, krisis
kebudayaan, krisis politik dan sebagainya.
§ Reformasi,
berasal dari Formasi dari akar kata Form, yang berarti bentuk, rupa. Formasi
secara etimologis dari bahasa Inggris yakni Formation, artinya ukuran, susunan.
Reformasi berarti membentuk lagi, menyususn lagi, menata kembali, memperbaiki
lagi. Dengan demikian Reformasi Politik
adalah perubahan terhadap susunan atau bentuk atau sistem ke bentuk atau
susunan atau model yang baru mengganti yang lama, dibidang ketatanegaraan
dengan harapan atau tujuan yang lebih baik.
§ Politik,
berasal dari kata polis yang berarti kota, negara kota (Yunani) dan berkembang
dengan istilah : Polites = warga negara, Politikos = kewarganegaraan. Politika
(Romawi) yang berarti : masalah kenegaraan. Bapak ilmu politik adalah
Aristoteles (384-322) dengan bukunya ”Politeia”. Yang membahas Ilmu Politik
dimana intinya adalah masalah :Negara atau Kekuasaan (memerintah atau mengatur
negara beserta masyarakatnya). Dengan demikian Krisis Politik adalah krisis
kenegaraan atau krisis kekuasaan (pemerintah).
II.
KRISI POLITIK DI NEGARA INDONESIA
Krisis
politik berarti terjadi kekalutan, keadaan yang genting dalam ketatanegaraan
Indonesia yang mempunyai dampak luas sehingga terjadi perubahan (reformasi).
Apabila krisis tersebut dapat diatasi dan tidak terjadi perubahan
ketatanegaraan karena hanya terjadi sesaat, walaupun juga termasuk disebut
krisis politik tetapi tidaklah termasuk reformasi. Sebaliknya kemungkinan
terjadi reformasi ketatanegaraan tetapi tidak melalui krisis politik, tidak
terjadi ketegangan dalam kehidupan politik.
A. Krisis Politik
§ Peristiwa
3 Juli 1946.
Tuntutan pengikut Tan Malaka yang dipimpin oleh Mr. Muhamad Yamin agar
Presiden Soekarno mengganti Kabinet Syahrir tetapi akhirnya di tolak. Peristiwa
ini di dahului dengan terjadinya penculikan PM Syahrir dan lain-lainnya ketika
berada di Solo pada 27 Juni 1946 dan berkat seruan Presiden Soekarno maka
Syahrir di bebaskan dari penyekapannya di lereng gunung Lawu. Akibatnya,
tokoh-tokoh Persatuan Perjuangan (Volksfront) diadili dan dihukum pada Februari
1948. sangat terkenal pidato Muh Yamin yaitu : Sapta Dharma.
§ Pemberontakan
PKI di Madiun (18 September 1948).
Setelah kabinet Amir Syarifudin jatuh pada 29 Januari 1948 kemudian
bergabung dengan FDR yang dipimpin oleh Muso dengan strategi ” Jalan Baru ”
yang mempunyai arti menentang pemerintah yang mau berunding dengan Belanda
sekaligus bertindak ”Oposisi” terhada kepemimpinan Dwi Tunggal
”Soekarno-Hatta”.
Apalagi Soekarno kurang percayai partai, terutama sub bekas oposisi (PNI
dan Masyumi). Akibatnya dibentuk kabinet non partai/Ekstra Parlementer yaitu
Kabinet Hatta jadi Hatta selain menjadi Wakil Presiden juga menjadi Perdana
Mentri untuk mengatasi pemberontakan PKI sekaligus melaksanakan Perjanjian
Renville.
§ Peristiwa
17 Oktober 1952.
Karena pihak parlemen (DPRS)di tuduh terlalu ikut campur dalam kepemimpinan
dan kebijakasanaan AD maka terjadilah demonstrasi yang sebagian besar pendukung
KASAD Kol. AH. Nasution dengan mengarahkan moncong senjata berat ke arah istana
negara, mengajukan tuntutan ; bubarkan parlemen, disebabkan yang Republiken
hanyalah 1/3 dan lainnya adalah bekas boneka Belanda. Demonstrasi ini di pimpin
oleh Letkol. Kemal Idris, tetapi tuntutan itu di tolak presiden. Terkenal akan
ucapan : Tentara adalah Pasopati Negara, Jangan ikut-ikut Politik. Peristiwa
ini berkepanjangan di tubuh para perwira AD, yaitu adanya kelompok AH. Nasution
dan kelompoknya Kol. Bambang Supeno yang pro parlemen. Akhirnya Kol. AH.
Nasution di pecat dan terjadi pergantian pimpinan AD, bahkan KSAP APRI yaitu
Mayjen Simatupang mengundurkan diri. Walaupun dampak peristiwa secara formal
dapat diselesaikan dalam rapat Collegial (RACO) para perwira Addi Yogyakarta
pada 25 februari 1955 yang disebut : Piagam Keutuhan AD, ternyata pergantian
pimpinan AD oleh kabinet Ali I (1953
– 1955) memperoleh mosi tidak percaya dari parlemen sehingga kabinet pun jatuh
pada 12 Desember 1955.
§ Krisis
politik (1957 – 1959)
Setelah Pemilu tahun 1955 (parlemen dan Konstituante) tidak ada partai yang
menang mutlak sehingga dibentuk kabinet Koalisi (PNI, Masyumi , NU dll) tanpa
PKI, keadaan politik ternyata tidak stabil sehingga Kabinet Ali II (24-3-1956) tidak bisa mengatasi
dan menyerahkan mandatnya kepada presiden pada 14 Maret 1957. sebab timbulnya
krisis antara lain :
ü Bung
Hatta mengundurkan diri dari Wakil Presiden, sehingga Dwi Tunggal menjadi pecah
pada tahun 1956.
ü Dalam
Pemilu dengan tak terduga PKI menjadi 4 besar dan dengan adanya Konsepsi Presiden (Kabinet 4 kaki)
menimbulkan rasa tidak puas golongan yang anti komunis.
ü Timbulnya
rasa tidak puas dari beberapa daerah serta belum layaknya kehidupan para
prajurit menyebabkan timbulnya beberapa Dewan
Daerah yang mengambil alih kekuasaan dan nantinya timbul pemberontakan
PRRI/Permesta, selain itu adanya upaya membunuh Presiden Soekarno yang terjadi
beberapa kali, diantaranya Peristiwa
Cikini.
ü Untuk
mengatasi krisis maka dinyatakan SOB (Staat Orlog en Beleigh = Darurat Perang)
dan dibentuk Zaken Kabinet (Kabinet Ahli) yang dipimpin oleh Ir. H. Djuanda
(Non Partai).
ü Krisis
bertambah dengan gagalnya Konstituante untuk membuat UUD baru, akibatnya
perbedaan tentang dasar negara : Pancasila atau Piagam Jakarta.
B. Reformasi Politik Tanpa Krisis Politik.
§ Demokrasi
Parlemen.
Sidang PPKI pada tanggal 22 Agustus 1945 dengan keputusannya membentuk : Komite Nasional, PNI (Partai Tunggal), BKR.
Untuk menggambarkan Indonesia negara demokrasi maka terjadilah reformasi
ketatanegaraan Indonesia yaitu :
ü Maklumat
Wakil Presiden No. X, dimana KNIP yang tadinya sebagai pembantu presiden di
jadikan lembaga legislatif
(parlemen) pada tanggal 16 oktober 1945.
ü Maklumat
Pemerintah pada tanggal 3 November 1945, masyarakat diberi keleluasaan
membentuk partai politik yang berarti sistem partai tunggal (PNI) tidak jadi
dilaksanakan dan diganti dengan multi
partai.
ü Kabinet
Presidensial (menurut UUD 1945) dirubah menjadi Kabinet Parlementer sehingga terbentuk kabinet Syahrir I pada
tanggal 14 November 1945 (ini merupakan pelanggaran pertama terhadap UUD 1945).
§ NKRI
menjadi RIS.
Sebagai kelanjutannya KMB UUD 1945 diganti Konstitusi RIS dan NKRI di ganti
RIS yang terdiri dari 16 negara bagian. Presiden Soekarno menjadi Presiden RIS
dan Wakil Presiden Hatta menjadi Perdana Mentri RIS. Adapun pejabat Presiden RI
adalah M. Assat, sedangkan badan legislatif terdiri dari Parlemen dan Senat.
Tetapi RIS yang terbentuk pada tanggal 17 desember 1949 akhirnya bubar pada
tanggal 15 Agustus 1950 dan kembali menjadi NKRI, sedangkan Konstitusi RIS
diganti UUDS (UUD 1950).
C. Reformasi Politik Akibat Krisis Politik.
§ Dekrit
Presiden 5 Juli 1959/Demokrasi Terpimpin.
Akibat krisis politik pada tahun 1957 hingga 1959, terutama setelah
gagalnya konstituante menyususn UUD berakibat : kembali ke UUD 1945 (Kabinet
Presidensial); Konstituante di bubarkan, DPR hasil pemilu 1955 di ganti DPRGR, partai
disederhanakan menjadi tinggal 10 partai dan Demokrasi Liberal/Parlementer di
ganti Demokrasi Terpimpin, serta lahirnya lembaga inkonstitusional antara lain
: Front Nasional. Disamping itu mulai tampilnya Militer dalam kancah politik
karena termasuk golongan fungsional sehingga ada anggota militer yang diangkat
menjadi pimp[inan maupun anggota MPRS/DPRGR sejak tahun 1960. hal ini berarti
Dwi Fungsi ABRI sudah di laksanakan sejak Demokrasi Terpimpin.
Catatan tentang Dwi Fungsi ABRI :
ü Secara
faktual dalam masa perangkemerdekaan ada gerilyawan yang menjadi kepala desa,
camat di daerah Republik.
ü Waktu
pemberontakan PKI di Madiun maka diangkat Gubernur Militer yaitu Kol. Sungkono
di Jawa Timur dan Kol. Gatot Subroto di Jawa Tengah.
ü Bahkan
dalam rangka Nasionalisasi Perusahan Milik Negara-Negara Barat, masa perjuangan
pembebasan Irian Barat, banyak direktur perusahan yang diambil dari kalangan
ABRI, contohnya pabrik rokok Faroka (Belgia), dimana dirutnya adalah Mayor
Harmani.
ü Adapun
Dekrit Presiden tak mungkin berhasil bila tanpa dukungan AD yang mana KSAD
kembali di jabat oleh Mayjen. AH. Nasution pada tahun 1955. konsepsi Dwi Fungsi ABRI dikemukakan oleh
AH.Nasution pada waktu memberi kuliah umum di AMN Magelang pada tahun 1958,
dimana intinya ABRI bukan hanya sekedar alat negara tetapi juga ikut serta
dalam penyelenggaraan negara. Kiranya ini rentetan dari peristiwa 17 oktober
1952 yang juga akibat dari kurangnya kewibawaan sipil (partai sipil) dalam
mengatasi krisis negara.
§ Surat
Perintah Sebelas Maret 1966/Demokrasi Pancasila.
Krisis politik akibat adanya G 30 S/PKI serta jatuhnya Presiden Soekarno
(SI MPRS 1967) menjadikan Supersemar dianggap sebagai kelahiran ORBA yang
menggantikan ORLA . dimana Demokrasi
Terpimpin diganti Demokrasi
Pancasila (1966-1998). Reformasi antara lain :
ü ABRI tak
ikut dalam pemilu tetapi diangkat (konsensus Pelabuhan Ratu pada tahun 1968)
antara Presiden Soeharto dengan Partai Politik.
ü ABRI
sebagai golongan fungsional dapat
menjadi anggota Eksekutif, Legislatif di pusat maupun di daerah, termasuk
menjadi pimpinan MA.
ü Partai
Politik disederhanakan dari 10 partai (Pemilu 1971) menjadi 3 partai dengan diadakan nya fusi pada
tahun 1973.
ü UUD 1945 disakralkan sehingga
MPRS/MPR lewat TAP nya tetap akan mempertahankan (Ingat referendum yang sulit
untuk dilaksanakan).
§ Kembali
ke Demokrasi Parlementer 1998.
Setelah presiden Soeharto menyerahkan kekuasaannya kepada Wapres Habbie
pada tanggal 21 November 1998, sangat marak tuntutan reformasi disegalah
bidang, antara lain :
ü Pemilu
tahun 1999 diikuti 48 partai politik
ü Kabinet
dibentuk multi partai karena tak ada yang menang mutlak, tetapi ada menteri
yang masih dari ABRI.
ü Adanya
upaya amandemen UUD 1945, diantaranya kejelasan masa jabatan presiden.
ü Adanya
upaya menghapuskan Dwi Fungsi ABRI paling tidak sejak tahun 2004 ABRI tidak
duduk lagi di DPR, mungkin hanya di MPR (?).
Masa sekarang ini kekuasaan di pegang oleh sipil (partai politik) dan
berbeda dengan masa ORBA dimana kekuasaan dipegang oleh Militer dengan baju
Golkar.
KESIMPULANNYA
:
v Kabinet : Presidensial (1945) – Parlementer
(1945-1957) – Presidensial (1959 -.)
v Legislatif
: KNIP – SENAT/PARLEMEN – DPRS – DPR – DPRGR/MPRS – DPR/MPR
v Demokrasi
: Parlementer – Terpimpin – Pancasila – Parlementer
v Konstitusi
: UUD 1945 – Konstitusi RIS – UUDS – UUD 1945 -....(?)
v Bentuk
Negara : NKRI – RIS – NKRI (bandingkan adanya otonomi luas dengan negara bagian
RIS).
KRISIS DAN REFORMASI KABINET RI SEJAK TAHUN 1945
SEBABNYA :
§ TOKOH
SESUATU PARTAI YANG DIBERI MANDAT
Presiden tak berhasil membentuk kabinet Koalisi (maklum belum ada partai yang
mayoritas) sehingga menyerahkan mandatnya kepada Presiden Soekarno.
§ Antara
partai berebutan jabatan Perdana Mentri atau berambisi untuk memegang posisi
menteri yang dianggap penting (maklum berlakunya sistem Cowhandle)
§ Adanya
mosi tidak percaya pada parlemen, sehingga kabinet menjadi jatuh.
AKIBATNYA :
- DALAM MASA Demokrasi Liberal kabinet jatuh bangun atau Presiden mengambil alih kepemimpinan kabinet, sehingga dibentuk kabinet : Ekstra Parlementer, Zaken Kabinet atau merubah menjadi Kabinet sistem presisdensial. Kadang-kadang kabinet bisa selamat setelah adanya reformasi, umpamanya pergantian menteri, penambahan menteri dari partai oposisi.
KABINET RI SEJAK 1945 - 2009
(Perhatikan : sistem, Nama, Usia, masa Kerja, Nama Partai
Perdana Mentri )
ORDE
LAMA (22 tahun)
1.
Presidensial
(2 September – 14 November 1945) :
Demokrasi......(?)
2.
Parlementer
(14 November 1945 – 5 Juli 1959) :
Demokrasi Liberal
- Syahrir I,II,III (14 Nov 45 – 26 Juli 1947 ) : Partai Sosialis
- Amir I,II (3 Juli 1947 – 29 januari 1948) : Partai Sosialis
- Hatta I,II (29 januari 1948 – 20 Des 1949) : Ekstra Parlementer
- Hatta III/RIS (20 Des.1949 – 6 Sep. 1950) : Ekstra Parlementer
- Natsir (6 Sep. 1950 – 27 April 1951) : Masyumi
- Sukiman (27 April 1951 – 3 April 1952) : Masyumi
- Wilopo (3 April 1952 – 30 juli 1953) : PNI
- Ali I (30 juli 1953 – 12 Agustus 1955) : PNI
- Burnahudin Harahap (12 Agt 55 – 24 Mar 56) : Masyumi
- Ali II (24 Maret 1956 – 9 April 1957) : PNI
- Djoenda(Karya) I,II (9 Apr 57 – 10 Jul 1959) : Zaken Kabinet/Non partai
3.
Presidensial
(10 Juli 1959 -..............................) :
Demokrasi Terpimpin.
- Kerja I,II,II,IV (10 Jul 59 – 27 Agt 1964) : Pres. Soekarno
- Dwikora I,II (27 Agt 1964 – 25 Juli 1966) : Pres. Soekarno
- Ampera I,II (25 Jul 1966 – 6 Juni 1968) : Triumvirat (Soekarno, H.
Buwono dan Adam Malik)
ORDE
BARU (30 Tahun)
4.
Presidensial
(11 Maret 1966 –21 November 1998) :
Demokrasi Pancasila.
- Pembagunan I (6 juni 1968 – Maret 1973) : Soeharto/Pjb. Presiden
- Pembangunan II - VI (28 Mar 73 – 21 mei 1998) : Soeharto/Pres. Soeharto
REFORMASI
5. Presidensial
(1998...............................................) : Demokrasi Parlemnter
- Pembangunan VII (21 Mei 1998 – oktober 1999) : Presiden BJ. Habibie (17 bln)
- Persatuan Nasional (Oktober 1999 – juli 2001) : Pres. Abd. Wahid (23 bln)
- Gotong Royong (Juli 2001-Oktober 2004) : Pres. Megawati (37 bln)
- Indonesia Bersatu I (Okt 2004 – okt 2009) : Pres. Susilo bamabng Yud.
- Indonesia bersatu II (Okt 2009 – Okt 2014) ; Pres. Susilo Bambang Yud.
CATATAN :
ü
Dengan
bukti banyak partai (48) partai dan kabinet Wahid di ganti menunjukan
kebangkitan Demokrasi Parlementer/ partai berperan
ü
Masa
Demokrasi Parlementer (45 – 47 atau 45 – 59) kabinet mengalami jatuh bangun
dimana selama 12 tahun atau 14 tahun terdapat 11 kabinet tanpa menghitung
reformasi kabinet yang bersangkutan. Usia terlama adalah kabinet Ali I selama
23 bulan.
POSISI DAN KEDUDUKAN MPR SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN
DAN REFORMASI YAITU :
KEDUDUKAN MPR SEBELUM REFORMASI :
KEDUDUKAN MPR SETELAH REFORMASI :
Catatan
Tidak ada lembaga tertinggi negara. Semua lembaga sama kedudukannya/sejajar.
Malang 17 Oktober 2001
Soepratignyo
Diketik kembali
malang 6 Januari 2011
John Muli
artikelnya sangat berguna bagi saya untuk menambah wawasan tentang politik
BalasHapus