FILSAFAT DALAM PRAKTEK
- MENGAPA BELAJAR FILSAFAT
Seorang penyair Persia
pernah membandingkan alam raya dengan sebuah buku kuno, yang kehilangan
halaman-halaman pertama dan halaman-halaman terakhirnya. Sepanjang sejarah,
bangsa manusia terus menerus mencari halaman-halaman yang hilang itu. Setiap
kali kalau ilmu pengetahuan menemukan beberapa halaman yang hilang itu,
pengetahuan kita tentang alam raya menjadi sedikit lebih luas. Tetapi anehnya,
jumlah halaman yang hilang kelihatannya tetap sama. Sebabnya, kendati semua
penemuan ilmu pengetahuan itu, pertanyaan-pertanyaan tentang asal dan tujuan,
tentang makna hidup, tentang kita sendiri, masih tetap belum terjawab.
Banyak orang sudah
mencoba mengisi halaman-halaman yang hilang ini. Macam-macam teori dikemukakan.
Macam-macam pendapat di ajukan sebagai jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang
melewati bats-batas kemungkinan pengetahuan kita. Filsafat menyelidiki
pendapat-pendapat ini. Filsafat merupakan suatu ”forum”, suatu lapangan diskusi
yang sama sekali bebas. Usaha filsafat, yaitu ”mencari hikmat di tengah semua
pwengetahuan”, kelihatannya sesuatu yang kurang bermakna, karena telah sekian
banyak abad sejarah hampir tidak ada hasil konkret.
Filsafat, yang
tidak memperlihatkan kemajuan, lebih mirip dengan seni dari pada dengan ilmu
pengetahuan. Semua filsuf memberikan jawaban-jawaban yang bersifat sangat pribadi.
Tema-tema yang dipilih sudah merupakan suatu seleksi yang sangat subyektif.
Suatu tulisan falsafi merupakan ”kacamata”sanagat pribadi untuk melihat dunia.
Seperti halnya setiap pelukis mengungkapkan suatu cara melihat tertentu,
demikian juga setiap fisuf memberikan suatu interpretasi pribadi tentang
kenyataan. Sejarah filsafat kelihatannya seperti suatu museum yang memuat
koleksi-koleksi raksasa dari interpretasi-interpretasi mengenai dunia.
Interpretasi-interpretasi
ini, cara-cara untuk melihat hidup dan dunia, tetap aktual. disini terletak
suatu perbedaan besar antara filsafat dan ilmu pengetahuan. Sejarah suatu ilmu
tertentu kurang penting bagi manusia dewasa ini karena pendapat-pendapat
”ilmiah” dari masa lampau menjadi ”pra ilmiah” atau ”kekeliruan” setelah
tercapai suatu tahap yang paling dewasa. Setiap langkah baru dalam perkembangan
suatu ilmu berarti bahwa langkah yang lebih awal kehilangan aktualitasnya. Lain
halnya dengan filsafat, pendapat-pendapat masa kini tentang
”pertanyaan-pertanyaan terakhir”, pertanyaan-pertanyaan yang tidak terjawab
oleh ilmu pengetahuan, tidak lebih baik atau lebih benar daripada
pendapat-pendapat dari ratusan atau ribuan tahun yang lalu.
Pertanyaan-pertanyaan falsafi semua orang dari segalah zaman dan semua sudut
dunia kelihatannya sama tua dan sama pandai atau bodoh.
Berhadapan dengan
pertanyaan-pertanyaan terakhir, sejarah filsafat menjadi relevan bagi kita semua
karena yang dikatakan pemikir-pemikir besar sejarah tidak terikat pada suatu
zaman tertentu. Yang dikatakan dalam Upanisad, dalam tulisan-tulisan konfusius,
Plato, atau Aristoteles, masi tetap menolong untuk menentukan sikap kita. Ditengah
segalah interpretasi yang dikemukakan mengenai dunia dan manusia, dan di tengah
semua abtraksi dari ilmu-ilmu yang makin terspesialisasikan, dibutuhkan suatu
refleksi yang memperhatikan keseluruhan, yang menekankan kebebasan, akal budi,
dan keterbukaan. Refleksi ini mencoba untuk menempatkan pikiran-pikiran kita
dalam perspektif yang betul. Refleksi di uraikan dengan bagus oleh sejumlah
pemikir zaman kita, seperti Karl Popper, Gabriel Marcel, dan Alfred North
Whitehead.
- TUGAS FILSAFAT MENURUT PARA FILSUF
Karl Popper. Tugas
filsafat sekarang ini, menurut Sir Karl Popper (lahir di Wina 19023, mengajar
filsafat di inggris, selandia baru dan amerika serikat), lebih-lebih ”berpikir
kritis” tentang alam raya dan tentang tempat manusia didalamnya; berpikir
tentang kemampuan-kemampuan pengetahuan kita dan kemampuan-kemampuan kita
terhadap kebaikan dan kejahatan ”(K.Popper , ”How l see Philosophy”, dalam :
Ch. Bontem-po-S. Jack
Osdell, The Owel Of Minerva, Philosophers On Philodsophy, New York 1975, hal.55).
Hidup kita di
dunia ini- sebuah planet kecil dalam kosmos yang sebagian bedar kosong –
merupakan suatu misteri besar. Hidup
mempunyai nilai sebagai sesuatu yang sangat istimwea, hidup ini mahal. Kita
cendrung untuk melupakan itu dengan memandangnya sebagai sesuatu yang murah.
”Semua orang adalah
filsuf, karena semua mempunyai dalah satu sikap terhadap hidup dan kematian.
Ada orang yang berpendapat bahwa hidup itu tanpa harga, karena hidup ini akan berakhir.
Mereka tidak menyadari bahwa argumen yang sebaliknya juga dapat dikemukakan,
yaitu bahwa – kalau hidup tidak akan berakhir – hidup tanpa harga, dan bahaya
yang selalu hadir, yaitu kita dapat kehilangan hidup, sekurang-kurangnya ikut menolong
untuk menyadari nilai dari hidup”. (K. Popper, ibid. Hlm.55)
Gabriel Marcel,
lahir di Paris 1889 dan meninggal 1973, mwelihat filsafat sebagai Reconnaissance. Kata Perancis
reconnaissance berarti ”mengingat”, ”mengakui”, ”menyelidiki, dan ”betrimah
kasih” atau ”penghargaan”. Kedua arti dari reconnaissance
ini (inggris : recognition dan acknowledgement) memperlihatkan kedua dimensi
pengetahuan manusia : masa lampau dan masa depan.
Terhadap masa
lampau kita harus berterimah kasih, mengakui bahwa kita berutang. Reconnaissance ini dilupakan oleh para
teknokrat dan ideologi karena mereka hanya memilih salah satu unsur atau ajaran
dari seluruh warisan sejarah filsafat. Dan bagian kecil ini, masalnya ajaran
Marx – kemudian didewakan. Sikap ini berarti suatu devaluasi dari semua sistem
yang mendahului sistem satu-satunya yang di dewakan itu.
Terhadap masa
depan kita harus terbuka ; siap untuk menyelidiki dan untuk menerimah.
Tugas filsafat
sekarang ini, kata Gabriel marcel, terdiri dari kedua jenis reconnaissance ini ; sikap penghargaan
dan keterbukaan, kerelaan untuk menerimah, acceptance.
Dengan demikian, filsafat menjadi suatu re-thinking,
suatu refleksi kedua yang dapat mengatasi jurang yang dialami manusia dalam
zaman kita, yaitu jurang antara sikap teknis dan analitis di satu pihak dan
dilain pihak.
Gabriel marcel
mengemukakan sesuatu yang sangat klasik. Plato sudah mengajarkan bahwa ”
mengetahui” sebenarnya ”mengingat”, dan Heidegger mengatakan bahwa ”berpikir”
(Jerman ; denken, Inggris ; to think) harus bersifat ”berterimah kasih” (Jerman
; danken, Inggris ; to thank). Berpikir itu adalah sesuatu yang di anugerahkan
kepada kita, sesuatu yang harus di hargai dan di terimah.
ALFRED NORTH WHITEHEAD (1861-1947) mengajar matematika dan
filsafat di Cambridge, inggris dan di Havard, Amerika Serikat. Ia menguraikan
tugas-tugas filsafat dengan kata-kata ini ; filsafat itu bukan salah satu ilmu
di antara ilmu-ilmu lain. ”filsafat itu pemeriksaan (survey) atas ilmu-ilmu,
dan tujuan khusus dari filsafat adalah menyelaraskan ilmu-ilmu dan
melengkapinya”
Filsafat
mempunyai dua tugas ; menekankan bahwa abstraksi-abstraksi dari ilmu-ilmu
betul-betul bersifat abstraksi (maka tidak merupakan keterangan yang
menyeluruh), dan melengkapi ilmu-ilmu dengan cara membandingkan hasil ilmu-ilmu
dengan pengetahuan intuitif mengenai alam raya, pengetahuan yang lebih konkret,
sambil mendukung pembentukan skema-skema berpikir yang menyeluruh.
Definisi Whitehead ini – filsafat
sebagai survey of science – diterimah oleh banyak orang dewasa ini. Definisi
Whitehead dapat diperluas sedikit ; filsafat tidak hanya survey of science,
melainkan juga survey (atau re thinking)
atas semua ideologi, semua interpretasi mengenai dunia, dan seluruh kenyataan
manusiawi.
Ketiga uraian dari Popper, marcel, dan
Whitehead dapat dibaca sabagai satu definisi : tugas filsafat itu adalah
berpikir kritis tentang alam raya dan tentang tempat kita didalamnya (Popper),
re thinking dengan sikap keterbukaan dan penghargaan (Marcel), penyelidikan
kritis mengenai hasil ilmu-ilmu abstrak untuk mencapai suatu gambaran yang
lebih menyeluruh (Whitehead).
Istilah-istilah lain yang sekarang
sering terdengar dalam uraian-uraian mengenai tugas filsafat antara lain
”re-interpretasi kenyataan manusiawi”, ”penciptaan suatu bahasa umum yang dapat
dipakai sebagai bagian umum dari semua ilmu khusus”, ”dialog yang mendamaikan
abstraksi-abstraksi dan spesialisme ilmu-ilmu”.
Tidak begitu
penting uraian mana yang di pilih. Yang terpenting adalah adanya suatu sikap
keterbukaan. Cakrawala pengetahuan kita semakin luas, namun kita tidak boleh
melupakan bahwa pengetahuan yang luas ini tidak pernah utuh. Kita tidakmemiliki
kebenaranm filsafat mencari kebenaran, dan itu mulai dengan menyadari betapah
sedikit yang sungguh kita ketahui.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar